KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Moody's Investors Service menyematkan peringkat Baa2 senior tanpa jaminan untuk obligasi berdenominasi USD yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia (Baa2 stable). Penerbitan tersebut memiliki jangka waktu hingga 30 tahun. Menurut syarat dan ketentuan yang tersedia di Moody's, surat utang yang akan diterbitkan merupakan kewajiban langsung, tanpa syarat dan tanpa subordinasi dari Pemerintah Indonesia sebagai penerbit. Catatan peringkat pari passu mencakup Pemerintah Indonesia saat ini dan semua hutang luar negeri senior tanpa jaminan di masa depan.
Dalam keterangan resmi yang dirilis Rabu (4/1), Moody's mengungkapkan bahwa peringkat obligasi Indonesia berdenominasi USD tersebut mencerminkan peringkat Baa2 jangka panjang Pemerintah Indonesia dengan prospek stabil.
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut 2022 Merupakan Tahun yang Sangat Brutal di Seluruh Dunia Peringkat Baa2 Indonesia didukung oleh penekanan kebijakan pada stabilitas ekonomi makro yang meningkatkan ketahanannya terhadap guncangan. Profil kredit negara didukung oleh ekonominya yang besar, defisit fiskal yang rendah, dan beban utang relatif terhadap negara-negara lain yang berperingkat serupa. Tantangan kredit termasuk mobilisasi pendapatan yang rendah dan akibatnya keterjangkauan utang yang lemah, serta ketergantungan pada pendanaan eksternal. Menyusul perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat pandemi virus corona, Moody's memperkirakan pertumbuhan PDB di Indonesia akan kembali ke rata-rata 5,0% selama beberapa tahun ke depan, mirip dengan tingkat PDB pra-pandemi. Seperti halnya pasar negara berkembang secara global, tingkat pertumbuhan potensial di Indonesia terus menurun selama dekade terakhir. Kini Indonesia pun menghadapi tekanan tambahan dari kemerosotan ekonomi setelah pandemi. Kendati demikian, pertumbuhan akan sedikit di atas potensi dalam 2-3 tahun ke depan dan di atas rata-rata negara yang berperingkat Baa. Optimisme itu utamanya karena ekonomi akan berada dalam fase pemulihan dengan kesenjangan output yang masih tinggi, dan didukung oleh efek dasar yang rendah. Selain itu, Indonesia mendapat manfaat dari guncangan nilai tukar perdagangan yang positif karena harga ekspor komoditas lebih tinggi, imbas konflik militer Rusia-Ukraina. Investasi non-residen yang cukup besar di Indonesia membuat adanya perubahan arus modal, yang diperparah selama episode tekanan pasar keuangan global. Kondisi ini memiliki efek ekonomi yang luas, terutama untuk akun fiskal dan eksternal, tetapi juga untuk bisnis lokal. Profil kredit korporasi yang lebih lemah karena pelunasan hutang yang lebih tinggi dan biaya perpanjangan dapat merusak kualitas aset bank setelah langkah-langkah kesabaran terkait pandemi dibatalkan, meskipun kapitalisasi yang kuat terus memberikan banyak penyangga terhadap kerugian tak terduga.
Baca Juga: Lelang SUN Selasa (3/1) Cukup Ramai, Seri Benchmark Menjadi Incaran Investor Prospek stabil mencerminkan ekspektasi bahwa implementasi reformasi akan berlanjut dengan kecepatan yang stabil dan bertahap. Asumsi utama di balik prospek yang stabil adalah pemulihan kebijakan fiskal dan moneter pra-pandemi. Terkhusus penghentian peran bank sentral dalam membiayai pengeluaran fiskal, yang dimungkinkan oleh pemulihan pertumbuhan dan konsolidasi defisit fiskal yang tampaknya sedang berlangsung. Pertimbangan terkait Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola Skor Dampak Kredit ESG Indonesia cukup negatif (CIS-3), mencerminkan paparan yang tinggi terhadap risiko lingkungan dan paparan yang moderat terhadap risiko sosial, yang dimuat oleh ketahanan kelembagaan dan ekonomi. Skor profil emiten lingkungan hidup Indonesia secara keseluruhan cukup negatif (skor profil emiten E-3), didorong oleh tekanan iklim fisik. Banjir pesisir dan naiknya permukaan laut merupakan sumber risiko tertentu, dengan implikasi luas, termasuk untuk produksi pertanian, infrastruktur dan properti, serta ketahanan pangan. Limbah dan polusi juga merupakan sumber risiko lingkungan. Permintaan akan lahan subur dan penebangan komersial intensif telah menyebabkan erosi tanah dan penggundulan hutan. Sebagai pengekspor minyak kelapa sawit dan batubara, Indonesia juga sedikit terpapar risiko transisi karbon. Paparan risiko sosial cukup negatif (skor profil penerbit S-3). Pertumbuhan populasi dan rasio ketergantungan yang menurun mendukung pertumbuhan. Namun, kekayaan terkonsentrasi dan peringkat Indonesia pada indeks kekayaan dan ketimpangan pendapatan lemah.
Baca Juga: Perbankan Besar Prediksi Ekonomi AS Masuk Resesi Tahun Ini Pengeluaran untuk layanan kesehatan dan pendidikan berada tepat di bawah standar pasar negara berkembang. Tata kelola sejalan dengan negara lain yang berperingkat serupa dan tidak menimbulkan risiko khusus (skor profil penerbit G-2). Penilaian Moody's terhadap kerangka kelembagaan mencakup isu-isu yang berkaitan dengan supremasi hukum dan pengendalian korupsi. Pemerintah Indonesia mempertahankan rekam jejak yang kuat dalam pembuatan kebijakan fiskal dan moneter yang efektif. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto