Moratorium Berpotensi Permanen, Upaya Pungutan Bea Masuk Produk Digital Bisa Kandas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia tampaknya akan kesulitan dalam mengenakan bea masuk produk digital, seperti Netflix hingga Spotify. Hal ini dikarenakan World Trade Organization (WTO) berpotensi memperpanjang moratorium bea masuk untuk produk tersebut.

Untuk diketahui, dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-12 WTO menyepakati untuk tetap membebaskan bea masuk perdagangan elektronik lintas negara paling lama hingga Maret 2024.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea dan Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, sebenarnya sejak tahun 1999 pemerintah Indonesia sudah menolak moratorium bea masuk produk digital. Bahkan sampai saat ini pihaknya tetap konsisten untuk menolak moratorium tersebut.


Baca Juga: Bea Cukai Ungkap Biaya Penerapan Pita Cukai Digital Sangat Tinggi

"Jadi bukan akan menolak, tapi memang sudah menolak. Dan sampai sekarang konsiten masih menolak moratorium," ujar Nirwala kepada Kontan.co.id, Rabu (4/10).

Hanya saja, Nirwala bilang, pada tahun depan besar kemungkinan moratorium akan tetap berlanjut mengingat hingga saat ini baru empat negara saya yang menolak moratorium produk digital. Keempat negara tersebut adalah Indonesia, India, Afrika Selatan, serta Pakistan.

"Jadi kemungkinan besar moratorium tetap berlanjut malah mungkin bisa jadi permanen moratorium," katanya.

Baca Juga: Moratorium Kemungkinan Berlanjut, Produk Digital Masih Dibebaskan Bea Masuk

Ia menambahkan, selama masih ada moratorium, maka semua negara termasuk Indonesia tidak bisa mengenakan bea masuk untuk barang digital. Untuk itu, meski Indonesia berkomitmen menolak moratorium tersebut, tetap saja Indonesia tidak bisa mengenakan bea masuk atas produk digital.

Sejatinya, pemerintah telah mengatur pengenaan bea masuk produk digital meski bertarif 0%. Hal tersebut tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17 Tahun 2018 tentang penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli