JAKARTA. Kebijakan terkait moratorium pemberian izin lahan sebentar lagi rampung. Pengusaha dan lembaga swadaya masyarakat meminta kepastian agar pemerintah segera mengeluarkan payung hukum atas kelanjutan dari aturan ini. Beberapa kalangan menilai, kebijakan yang telah berlangsung enam tahun ini tidak maksimal menyelesaikan persoalan. Pasalnya, selama berlakunya beleid ini masalah tata ruang masih belum terselesaikan. Izin penggunaan lahan masih terjadi di beberapa wilayah seperti Papua. Adapun kebijakan yang dimaksud itu adalah Instruksi Presiden (Inpres) No 10 tahun 2011 tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut, kemudian diperpanjang melalui Inpres No 6 tahun 2013 dan Inpres No 8 tahun 2015. Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan, yang diperlukan saat ini adalah komitmen pemerintah dalam pengembangan industri sawit. "Harus ada perencanaan, berapa luasan lahan yang dibutuhkan," kata Eddy, Kamis (4/5). Oleh karena itu, Eddy meminta kepada pemerintah untuk segera menyelesaikan kebijakan satu peta atau one map policy. Bila pemerintah akan memperpanjang moratorium izin lahan, maka batas waktunya ialah selama belum terbentuk one map policy tersebut. Mengutip data Gapki, saat ini luas perkebunan kelapa sawit yang tertanam mencapai 11 juta hektare (ha). Meski tidak merinci, sejak tahun 2011 pertumbuhan pembukaan lahan baru untuk industri ini sudah melambat. Koalisi masyarakat sipil untuk penyelamat hutan Indonesia dan iklim global merilis sepanjang implementasi moratorium izin lahan, sedikitnya 2,7 juta ha alam primer dan lahan gambut hilang dan tidak jelas alih fungsinya. Selain itu, setiap tahun sebesar 28% titik api telah menghancurkan kawasan hutan yang dilindungi lewat moratorium. Direktur Eksekutif Yayasan MADANI Berkelanjutan Teguh Surya mengatakan, perlu dilakukan penguatan kebijakan terkait moratorium lahan ini. Salah satunya adalah meningkatkan bentuk aturan yang lebih permanen dan lebih tinggi. Selain itu, perlu segera dibuat peta jalan Indonesia menuju bebas deforestasi tahun 2020, serta mempercepat terbitnya kebijakan satu peta. "Kebijakan penundaan pemberian izin baru tidak menggembirakan hasilnya, saat ini menjadi momen bagi pemerintah melakukan perbaikan," kata Teguh. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Moratorium izin lahan selesai Mei ini
JAKARTA. Kebijakan terkait moratorium pemberian izin lahan sebentar lagi rampung. Pengusaha dan lembaga swadaya masyarakat meminta kepastian agar pemerintah segera mengeluarkan payung hukum atas kelanjutan dari aturan ini. Beberapa kalangan menilai, kebijakan yang telah berlangsung enam tahun ini tidak maksimal menyelesaikan persoalan. Pasalnya, selama berlakunya beleid ini masalah tata ruang masih belum terselesaikan. Izin penggunaan lahan masih terjadi di beberapa wilayah seperti Papua. Adapun kebijakan yang dimaksud itu adalah Instruksi Presiden (Inpres) No 10 tahun 2011 tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut, kemudian diperpanjang melalui Inpres No 6 tahun 2013 dan Inpres No 8 tahun 2015. Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan, yang diperlukan saat ini adalah komitmen pemerintah dalam pengembangan industri sawit. "Harus ada perencanaan, berapa luasan lahan yang dibutuhkan," kata Eddy, Kamis (4/5). Oleh karena itu, Eddy meminta kepada pemerintah untuk segera menyelesaikan kebijakan satu peta atau one map policy. Bila pemerintah akan memperpanjang moratorium izin lahan, maka batas waktunya ialah selama belum terbentuk one map policy tersebut. Mengutip data Gapki, saat ini luas perkebunan kelapa sawit yang tertanam mencapai 11 juta hektare (ha). Meski tidak merinci, sejak tahun 2011 pertumbuhan pembukaan lahan baru untuk industri ini sudah melambat. Koalisi masyarakat sipil untuk penyelamat hutan Indonesia dan iklim global merilis sepanjang implementasi moratorium izin lahan, sedikitnya 2,7 juta ha alam primer dan lahan gambut hilang dan tidak jelas alih fungsinya. Selain itu, setiap tahun sebesar 28% titik api telah menghancurkan kawasan hutan yang dilindungi lewat moratorium. Direktur Eksekutif Yayasan MADANI Berkelanjutan Teguh Surya mengatakan, perlu dilakukan penguatan kebijakan terkait moratorium lahan ini. Salah satunya adalah meningkatkan bentuk aturan yang lebih permanen dan lebih tinggi. Selain itu, perlu segera dibuat peta jalan Indonesia menuju bebas deforestasi tahun 2020, serta mempercepat terbitnya kebijakan satu peta. "Kebijakan penundaan pemberian izin baru tidak menggembirakan hasilnya, saat ini menjadi momen bagi pemerintah melakukan perbaikan," kata Teguh. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News