Moratorium Izin Perumahan Diperluas, Prospek Bisnis Properti Jabar Tertekan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perluasan kebijakan penghentian sementara penerbitan izin perumahan ke seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat berpotensi menekan prospek bisnis properti di wilayah ini. 

Pasalnya, Jawa Barat merupakan salah satu kantong utama pengembang besar nasional, sehingga pembatasan izin dinilai dapat berdampak signifikan terhadap investasi, pendapatan daerah, hingga pemulihan sektor properti.

Pengamat properti Aleviery Akbar menilai, kebijakan ini berpotensi memberi dampak besar terhadap prospek bisnis properti di Jawa Barat, mengingat wilayah ini menjadi salah satu motor utama pertumbuhan sektor perumahan nasional.


“Sangat signifikan sebab banyak developer besar mempunyai landbank di area jabar jika tidak bisa membangun perumahan dampaknya sangat besar ke perekonomian Jabar,” ujar Aleviery kepada Kontan.co.id, Minggu (21/12/2025).

Baca Juga: Pengembang Perkuat Kolaborasi Memitigasi Potensi Banjir

Menurut Aleviery, banyak pengembang besar telah mengantongi cadangan lahan (landbank) di berbagai kawasan Jawa Barat, seperti  Ciputra Development, Summarecon, Sentul City, dan Metropolitan land.

Di tengah kondisi daya beli masyarakat yang masih melemah, Aleviery mengatakan, moratorium ini berpotensi menahan laju pemulihan sektor properti. 

Dalam dampak jangka pendek, konsekuensi dari kebijakan ini akan berdampak terhadap pemasukan daerah daerah kas daerah Jabar yang akan berkurang. 

“Sedangkan untuk jangka panjang kebijakan pemerintah pusat menyediakan 3 juta rumah untuk masyarakat tidak akan terpenuhi,” tegas Aleviery.

Ia juga melihat adanya potensi pergeseran investasi properti ke luar Jawa Barat sebagai respons pengembang terhadap ketidakpastian perizinan.

Meski demikian, Aleviery menilai kebijakan moratorium ini memiliki dua sisi jika dilihat dari aspek timing dan ekonomi. Di satu sisi, ia menganggap kebijakan ini tepat untuk mendorong pembenahan tata kelola. 

“Tepat karena memicu tata kelola nasional untuk menguji batas desetralisasi dan kepastian hukum sektor perumahan,” ujarnya.

Namun di sisi lain, ia menilai kebijakan tersebut tidak sejalan dengan agenda pemerintah pusat untuk memenuhi backlog perumahan di Indonesia.

Aleviery mendorong pemerintah daerah agar tidak menerapkan pembatasan secara menyeluruh. Ia merekomendasikan, untuk profiling terlebih dahulu area yang berpotensi terdampak bencana longsor/banjir bandang jika terjadi cuaca ekstrim.

“Setelah di profiling maka area tertentu untuk resapan air atau dekat sungai saja yg tidak diijinkan membangun perumahan,” imbuh Aleviery.

Baca Juga: Indonesia Rawan Bencana, Pengembang Harus Selektif Pilih Lokasi Pembangunan Properti

Selanjutnya: Garap Tol Akses Patimban, ADHI–NRCA Mulai Konstruksi Paket I Tahun 2026

Menarik Dibaca: Dana Transaksi Tidak Sesuai? Ini Cara Mudah Atur Selisih Pencairan Dana Merchant

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News