Moratorium lahan sawit bisa meredam laju ekonomi



JAKARTA. Keputusan pemerintah melakukan moratorium pembukaan lahan baru untuk tanaman kelapa sawit menimbulkan pro dan kontra. Sebagian kalangan menilai keputusan tersebut meredam potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Memprioritaskan kepentingan lingkungan tanpa mempertimbangan aspek perekonomian nasional dinilai bisa berdampak fatal bagi Indonesia.

Pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) Christianto Wibisono menilai, keputusan pemerintah itu salah kaprah apabila hanya memprioritaskan lingkungan saja, tetapi membunuh potensi ekonomi nasional.

"Pemerintah perlu berpikir paralel, bijaksana berwawasan makro, komprehensif serta tidak mendengar kepentingan satu pihak dalam mengembil kebijakan," tutur Christianto, Jumat (22/4).


Menurut Christianto, Indonesia telah menjadi menjadi bagian penting dalam kancah persaingan global. Banyak kepentingan asing dengan memanfaatkan NGO untuk meredam potensi-potensi sumber daya alam Indonesia. “Ini menyedihkan namun tidak banyak pihak memahaminya.”

Guru bBesar Bidang Ilmu Konservasi Tanah dan Air Universitas Sumatera Utara Erwin Masrul Harahap juga menyatakan, langkah pemerintah melakukan moratorium sawit tidak tepat. Pasalnya, sawit merupakan tanaman yang diperlukan untuk konservasi lingkungan sekaligus membawa dampak bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Ia bilang, saat ini, sawit menjadi satu-satunya tanaman konservasi yang mampu menyuburkan lahan yang telah kehilangan kemampuan fisiologis tumbuhan (marjinal). Jika jenis tanaman tersebut tidak sustainable pasti mati, “Sawit satu-satunya tanaman yang bisa ditanami pada lahan terdegradasi dan miskin unsur hara,” kata Erwin.

Erwin juga mengingatkan, ke depan sawit bisa menjadi komoditas andalan untuk memakmurkan Indonesia. Menurutnya, dengan adanya lahan 11 juta hektare (ha) kelapa sawit, Indonesia menjadi pemain utama dunia minyak nabati dunia.

Jika pemerintah konsisten mengembangkan 30 juta ha lahan untuk sawit, bisa dipastikan Indonesia akan menjadi salah satu negara termakmur di dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini