Moratorium sawit akan berlaku lima tahun



JAKARTA. Pemerintah segera membuat payung hukum berupa Instruksi Presiden (Inpres) terkait penundaan (moratorium) peruntukan kawasan hutan alam untuk dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.

Kebijakan tersebut sejalan dengan instruksi Presiden yang telah berulang kali dilontarkan. “Kita ingin menata kembali lahan sawit, termasuk meningkatkan produksi lahan yang sudah ada dan replanting,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Jumat (15/7).

Sebenarnya, kebijakan soal moratorium kelapa sawit ini sudah ada sejak 2011 melalui penerbitan tiga buah Inpres. Kebijakan yang akan diterapkan ini merupakan rangkaian dari kebijakan-kebijakan yang sudah ada sebelumnya.


Saat ini pemerintah juga memiliki program One Map Policy dan sekarang kita sudah punya peta dasarnya. Dengan demikian, diharapkan kebijakan moratorium nanti bisa lebih operasional. Keberadaan data ini merupakan hal krusial. Karena kalau masih ada perbedaan data, masalah yang ada di lapangan menjadi sulit diselesaikan.

Dengan Inpres itu, setiap kementerian wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk mendukung penundaan pembukaan lahan baru dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit. “Tidak boleh ada lagi izin untuk pelepasan hutan alam dan lahan gambut menjadi perkebunan sawit,” kata Menteri LHK Siti Nurbaya.

Menteri ATR/Kepala BPN Ferry Mursidan Baldan pun mendukung kebijakan ini. “Kita memang harus bisa mendesain kebijakan demi kedaulatan negeri kita. Dan soal data, kami akan mengikuti data yang ada di Kementerian LHK,” katanya.

Rapat Koordinasi (Rakor) juga menyepakati pemberlakukan kebijakan moratorium ini selama lima tahun. “Kita juga akan memasukkan standar-standar seperti yang ada dalam Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO). Jadi jangan terlalu khawatir karena nanti juga ada masa transisinya,” kata Darmin.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia