Moratorium, target produksi sawit sulit tercapai



JAKARTA. Akibat kebijakan moratorium pengembangan perkebunan kelapa sawit, PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) meramalkan target produksi crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO) versi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) sebanyak 43,4 juta ton pada 2024 tidak akan tercapai.

Alasannya, produktivitas perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih sangat rendah, yakni rata-rata hanya 3,6 ton per hektare (ha) per tahun. 

Produktivitas tersebut jauh lebih rendah dari potensi hasil benih lembaga riset sebesar 7 ton per ha per tahun-9 ton per ha per tahun.


"Tanpa perluasan areal dan hanya mengandalkan produktivitas saat ini, maka dapat dipastikan target produksi akan terkendala," ujar Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) RPN, Hasril Hasan Siregar di Jakarta, Selasa (19/4).

Hasril menjelaskan, upaya peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit masih menemui banyak masalah. Pada perkebunan besar, kesenjangan hasil terkait keterbatasan potensi lahan dan penerapan kultur teknis yang belum optimal. Sedangkan akar masalah pada perkebunan rakyat adalah benih yang tidak unggul dan penerapan kultur teknis yang sangat terbatas.

Menurut catatan RPN, dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia bertambah dari 4,58 juta ha pada 2005 menjadi 11,3 juta ha pada 2015, atau rata-rata bertambah 10,5% per tahun.

Perinciannya, perkebunan terdiri dari 52,8% atau 5,97 juta ha perkebunan swasta, 40,5% atau 4,58 juta ha perkebunan rakyat, dan 6,6% atau 750.000 ha milik badan usaha milik negara (BUMN).

Padahal, tanpa moratorium areal baru pun, produksi kelapa sawit sudah mengalami penurunan. Produksi CPO dan PKO masing-masing menyusut 1% dan 10% dari periode yang sama tahun sebelumnya pada kuartal I-2016.

Penyebab penurunan produksi adalah kekeringan yang terjadi sepanjang 2015 serta kebakaran hutan dan lahan di perkebunan kelapa sawit. 

RPN memproyeksikan produksi CPO bakal menurun menjadi 32 juta ton pada tahun ini, lebih rendah dari 33,4 juta ton pada tahun lalu.

Bukan hanya produksi, moratorium juga akan berdampak kepada pasokan dan harga produk sawit dunia. Perlu diketahui, keseimbangan pasokan produk sawit selama ini terjadi melalui penambahan luas areal perkebunan sawit untuk mengganti penurunan produksi akibat peremajaan areal. Nah, pasokan yang berkurang bisa membuat harga produk sawit melonjak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan