KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Morgan Stanley sedang mempertimbangkan untuk memangkas 7% tenaga kerja di perusahaan perbankan investasi untuk wilayah Asia-Pasifik. Bisnisnya di China menjadi yang paling terpukul karena memburuknya hubungan China dengan Amerika Serikat dan pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah membatasi transaksi. Dikutip dari Bloomberg, bank tersebut secepatnya minggu ini kemungkinan akan mulai berkomunikasi dengan para bankir yang terkena dampak, dimana lebih dari 40 jenis pekerjaan yang terancam terkena PHK, termasuk di unit pasar modal.
Divisi-divisi lain kemungkinan juga akan terpengaruh, meskipun memang keputusan akhir mengenai jumlah karyawan yang di PHK belum diputuskan.
Baca Juga: Kinerja Masih Seksi, Emiten BEI Masuk Indeks MSCI Pemangkasan tersebut merupakan bagian dari rencana Morgan Stanley untuk mengurangi sekitar 3.000 jenis pekerjaan secara global pada akhir kuartal ini. Sebelumnya Bloomberg melaporkan pada awal bulan ini PHK kemungkinan berjumlah sekitar 5% dari total staf, tidak termasuk penasihat keuangan dan personil yang mendukung mereka di divisi wealth management. Morgan Stanley telah mempekerjakan tim China yang lebih besar di Hong Kong dibandingkan dengan sebagian besar pesaingnya, sehingga membuatnya rentan karena aktivitas transaksi melambat. Perusahaan yang berbasis di New York ini telah memangkas sekitar 50 jenis pekerjaan di bidang perbankan investasi di Asia pada akhir tahun lalu setelah penurunan transaksi, dan sejumlah besar di antaranya adalah pekerjaan yang berfokus pada China. Pengurangan ini merupakan yang tertinggi di antara perusahaan-perusahaan Wall Street tahun lalu yang juga melakukan PHK. Juru bicara Morgan Stanley di Hong Kong menolak berkomentar. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan secara beruntun jarang terjadi di Asia. Untuk Morgan Stanley, kawasan Asia ini telah berkontribusi sekitar 13% terhadap pendapatan bersih grup dalam lima tahun terakhir, yakni mencapai US$ 6,7 miliar pada akhir 2022. Bank-bank global yang telah lama bersikap bullish terhadap negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini sekarang mencoba untuk mengurangi investasi mereka, meskipun mereka menganggap peluang jangka panjangnya terlalu besar untuk diabaikan.
Baca Juga: Terdepak dari Indeks MSCI, Cermati Prospek Saham GGRM dan SILO Antusiasme terhadap pembukaan kembali Tiongkok telah memudar karena meningkatnya ketegangan antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia ini telah meredam sentimen tersebut. Para investor juga telah memangkas taruhan mereka pada saham-saham Cina, dan para manajer investasi yang berbasis di Amerika Serikat (AS) telah menjadi penjual saham-saham perusahaan Cina yang dominan. Dikabarkan Presiden AS Joe Biden akan menandatangani sebuah perintah eksekutif dalam beberapa minggu mendatang yang akan membatasi investasi di bagian-bagian penting dari perekonomian Cina oleh perusahaan-perusahaan Amerika. Morgan Stanley melaporkan pendapatan bersih kuartal pertama 2023 sebesar UD$ 2 miliar untuk Asia, turun 2% (YoY), dibandingkan dengan penurunan 25%(YoY) untuk Eropa, Timur Tengah, dan Afrika, menurut laporan terbarunya. Bank ini mengatakan kawasan Asia mencatatkan pendapatan kuartal ketiga tertinggi yang pernah ada, dibantu oleh dinamika kebijakan di Jepang dan pembukaan kembali pasar Tiongkok.
Editor: Herlina Kartika Dewi