MPPA siap membayar utang Rp 2,4 triliun



JAKARTA. Anak usaha Grup Lippo di bidang ritel, PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) berniat menggunakan dana hasil penjualan aset dan bisnis non-inti untuk membayar utang.

MPPA akan mencadangkan dana sekitar Rp 2,4 triliun dari penjualan aset tersebut untuk membayar utang bank, obligasi dan sukuk ijarah. "Sebagian dana digunakan untuk membayar pinjaman," ujar Sekretaris Perusahaan, Lina Latif, dalam keterangan resminya kepada Bursa Efek Indonesia, Kamis (6/9).

Perseroan memiliki utang obligasi III seri B tahun 2009 senilai Rp 52 miliar dan sukuk ijarah II seri B tahun 2009 senilai Rp 136 miliar. Kedua instrumen itu jatuh tempo pada April 2014. Sedangkan utang bank hingga kuartal I 2012 mencapai Rp 1,3 triliun.


Seperti diketahui, MPPA berniat menjual aset dan bisnis non-inti ke PT Multipolar Tbk (MLPL), selaku induk usaha perseroan. Nilai total aset tersebut mencapai Rp 3,2 triliun. Setelah divestasi, MPPA fokus ke bisnis inti di bidang fast moving consumer goods (FMCG) dengan merek dagang Hypermart dan Foodmart (KONTAN, 23 Agustus 2012).

Aset dan bisnis non-inti yang akan dilego antara lain kepemilikan dan pengelolaan properti serta investasi MPPA dalam PT Matahari Department Store Tbk secara tak langsung sekitar 20%; PT Matahari Graha Fantasi atau bisnis hiburan Timezone sekitar 50,01% saham; PT Matahari Leisure atau bisnis produksi mesin permainan sebanyak 50%; PT Bintang Sidoraya, distributor makanan dan minuman ringan sebesar 24,26%; PT Gratia Prima Indonesia atau toko buku Times Bookstore sebesar 100% serta PT Prima Cipta Lestari atau bisnis restoran sebesar 100%.

Setelah menjual bisnis non-inti, MPPA akan mengalami kelebihan likuiditas dana kas dan setara kas mencapai Rp 6,1 triliun. Selain membayar utang, dana tersebut akan dipakai untuk penyisihan modal kerja Hypermart dan food division. "Kelebihan likuiditas juga akan didistribusikan ke pemegang saham dalam bentuk dividen, penurunan nilai nominal saham, atau dicadangkan sebagai tambahan modal kerja," ujar Lina.

MPPA akan mendahulukan rencana penurunan modal ketimbang pembagian dividen. Menurut Lina, perseroan memerlukan modal kerja yang lebih minimal dan efisien, sehingga langkah itu dianggap tepat untuk mendistribusikan kelebihan likuiditas ke pemegang saham selain melalui mekanisme pembagian dividen. "Pengurangan modal tidak akan berpengaruh negatif terhadap ekspansi bisnis perseroan karena bisnis Hypermart memiliki keuntungan dan arus kas yang cukup untuk membiayai ekspansinya ke depan,\' kata Lina.

MPPA akan menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 19 September 2012 untuk meminta izin terkait perubahan nominal dan perubahan modal. RUPSLB juga akan menetapkan pemegang saham yang berhak menerima selisih antara jumlah modal disetor sebelum dan sesudah penurunan nilai nominal.

Fund manager Sinarmas Asset Management, Jeff Tan, menilai penjualan aset dan bisnis non-inti tidak akan memengaruhi kinerja MPPA, karena perseroan memiliki pangsa pasar yang masih besar. "Hypermart dan Foodmart adalah salah satu sektor yang bagus dan kebal terhadap berbagai guncangan, termasuk krisis global," ujar Jeff.

Persaingan di industri tersebut juga tidak terlalu ketat. Menurut Jeff, kompetitor terdekat Hypermart tidak banyak. "Yang masuk dalam peer Hypermart hanya Ranch Market," tutur dia.

Selain itu, penjualan aset dan bisnis non inti nantinya akan memudahkan MPPA menjual sahamnya kepada investor asing. Jeff menduga, perseroan punya rencana jangka panjang untuk menjual sahamnya ke investor. "Mungkin saja Hypermart banyak diincar investor asing. Sebab, tak sedikit pemodal asing yang ingin masuk ke bisnis ritel," ungkap Jeff.

Manajemen MPPA hingga kini belum mengetahui perihal rencana pemegang saham pengendali terkait penjualan saham perseroan kepada investor global. Harga MPPA kemarin naik 3,65% menjadi Rp 1.420 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro