MPSI menilai kebijakan pengetatan impor tembakau tidak tepat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya pemerintah untuk mengerem impor tembakau melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 84 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tembakau dinilai bukan kebijakan yang tepat oleh para pelaku industri rokok.

Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI), Djoko Wahyudi, menyatakan, produksi tembakau di dalam negeri saat ini belum mampu mencukupi kebutuhan industri rokok nasional.

"Kalau keran impor itu dikurangi, pasokan tembakau akan turun. Kami pun tidak akan mendapatkan garapan dan ini efeknya akan besar," kata Djoko pada keterangan tertulisnya, Sabtu (10/2).


Dalam beleid tersebut, ada pembatasan impor tembakau jenis Virginia, Burley, dan Oriental. Padahal, ketiga jenis tembakau ini dibutuhkan industri rokok, sedangkan hasil pertanian tembakau dalam negeri belum mencukupi. Pengetatan impor tembakau, menurut Djoko, justru akan menciptakan dampak sistemik pada mata rantai tembakau di industri rokok.

“Kalau mau menyejahterahkan petani bukan dengan menutup keran impor, itu salah besar. Perintahkan kepada semua pabrik rokok untuk membangun program kemitraan, dijamin petani tembakau sejahtera," ucap dia.

Djoko melanjutkan, impor tembakau masih dibutuhkan oleh industri rokok. Karena itu, dia mendesak pemerintah untuk memperbaiki beleid pembatasan impor tembakau. “Kenapa impor? Karena jumlahnya masih kurang," imbuh Djoko.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, jumlah produksi tembakau secara nasional hanya mencapai kisaran 190.000-200.000 ton per tahun. Angka tersebut jauh di bawah kebutuhan industri, yakni 320.000-330.000 ton tembakau per tahun.

Untuk saat ini, menurut Djoko, solusi buat meningkatkan produksi tembakau nasional dengan cara membangun kemitraan. Pemerintah harus memberikan arahan kepada para pabrikan rokok yang sejauh ini belum melakukan kemitraan, untuk segera menjalin kerja sama dengan petani tembakau. Lebih baik lagi jika arahan tersebut dikuatkan dengan payung hukum.

Melalui program kemitraan, pabrik rokok dapat langsung mendiskusikan dengan para petani terkait besaran jumlah tembakau yang diperlukan untuk produksi dan kualitas. Dengan begitu, ketergantungan terhadap impor akan berkurang.

Djoko juga mengatakan, selama ini tata niaga tembakau terlalu panjang karena banyaknya tengkulak. Dengan bermitra maka akan menghilangkan tengkulak yang selama ini membeli murah dari petani dan menjual mahal ke pabrikan.

Belum lama ini, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita berencana mengeluarkan Permendag No 84 tahun 2017 tentang pembatasan impor tembakau, namun hingga saat ini peraturan tersebut masih ditunda pelaksanaannya. Djoko juga berpendapat bahwa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah belum berdasarkan kondisi di lapangan.

"Sepuluh hari lalu saya usulkan ke beliau (menteri perdagangan). Keran impor diatur silahkan, tapi tetap melihat pertumbuhan persediaan dalam negeri. Beliau mengatakan sepakat," kata Djoko.

Presiden Joko Widodo sebelumnya juga menginstruksikan Menteri Enggartiasto untuk menghapus kategori barang larangan dan atau pembatasan (lartas) yang tidak perlu dalam produk impor. Menurut Jokowi, sekitar 2.200 produk impor dalam kategori lartas saat ini terlalu banyak dan perlu ditekan. Menurutnya, hal itu sudah terlalu dibiarkan, sehingga bisa membahayakan suplai bahan baku produksi nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini