KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Obligasi korporasi memenuhi seluruh portofolio reksadana Mrs Bond Kresna besutan PT Kresna Asset Management. Ashari Adithyawarman, Direktur Distribusi PT kresna Asset Management menyebut, obligasi korporasi memiliki profil risiko yang mampu dijaga dan return yang lebih menarik dibanding instrumen investasi lain. Demi menjaga risiko, Ashari memilih obligasi korporasi dengan durasi pendek antara satu hingga lima tahun. "Berdurasi pendek, diharapkan risiko dapat diminimalkan," kata Ashari, baru-baru ini.
Berdasarkan
fund fact sheet per November 2017, daftar lima teratas obligasi korporasi yang dipilih produk ini adalah Obligasi Berkelanjutan I Agung Pdomoro Land Tahap 1 2013, Obligasi Berkelanjutan I PLN Tahap II Tahun 2013 Seri A, Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap I Tahun 2017 seri B, Obligasi Subordinasi II Bank CIMB Niaga Tahun 2010, dan Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Bank Maybank Indonesia Tahap II Tahun 2016. Dalam memilih obligasi korporasi, Ashari mengatakan, pihaknya mempertimbangkan faktor tenor, sektor, rating, emiten penerbit, dan yield. Produk reksadana ini ditujukan untuk investor yang memiliki tujuan jangka pendek antara satu hingga lima tahun. Secara
year on year per 9 Januari 2018, reksadana ini membukukan return sebesar 10,24%. Pencapaian ini masih di bawah rata-rata return reksadana pendapatan tetap yang sebesar 11,13%. Wawan Hendrayana, Head of Investment Research Infovesta Utama mengatakan, reksadana yang banyak memiliki portofolio di obligasi korporasi adalah reksadana yang mengincar imbal hasil atau kupon yang lebih tinggi dari obligasi negara. Namun, kekurangannya obligasi korporasi memiliki risiko gagal bayar dari emiten penerbit obligasi. Tetapi berdasarkan top 5 obligasi korporasi pilihan per November 2017, Wawan melihat produk ini memilih obligasi dengan rating AAA dan BBB yang berarti minim risiko gagal bayar. "Memang di-
mix and match karena semakin tinggi rating semakin kecil juga kuponnya," katanya. Selain itu, menurut Wawan, reksadana ini memiliki risiko dari sisi likuiditas obigasi korporasi. "Obligasi korporasi tidak begitu likuid, jika ada investor yang menarik dana dalam jumlah besar, maka MI berpotensi menjual portofolio dalam harga yang sedapatnya dan bisa mengoreksi
return," jelasnya. Terlebih jika reksadana tersebut memiliki dana kelolaan dengan jumlah tidak begitu besar. Wawan memproyeksikan reksadana ini bisa mencatatkan kinerja 9%-10% di 2018. Menurutnya, reksadana dengan basis banyak di obligasi korporasi cocok bagi investor konservatif yang menginginkan nilai investasi lebih stabil.
Lanjutnya, karena obligasi korporasi lebih jarang ditransaksikan dari pada obligasi pemerintah, maka harga cenderung stabil, tidak naik turun signifikan seperti obligasi pemerintah. "Investor yang ingin investasi naik dengan mulus lebih menarik pegang reksadana berbasis obligasi korporasi," kata Wawan. Kresna AM mematok minium pembelian awal reksadana ini sebesar Rp 1.000.000 dan minimum pembelian selanjutnya Rp 500.000. Per Desember 2017 dana kelolaan reksadana ini mencapai Rp 48,5 miliar. Adapun, total dana kelolaan Kresna Asset Management per November 2017 mencapai Rp 5 triliun. Ashari menargetkan total dana kelolaan di 2018 bisa mencapai Rp 10 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini