MRT dan becak



Saya termasuk salah satu orang yang girang saat tahu Jakarta bakal memiliki moda transportasi mass rapid transit (MRT). Saya dulu juga sempat senang saat mendengar rencana pembangunan moda transportasi monorel di ibukota Indonesia ini. Sayangnya, proyek tersebut mangkrak dan cuma meninggalkan tiang-tiang di tengah jalan.

Tapi proyek MRT ini bisa dipastikan bakal terlaksana. Pembangunan proyek ini telah mencapai sekitar 90%. Bahkan, di Maret nanti, kereta pertama dijadwalkan tiba. Harapan saya, moda transportasi MRT ini akan memudahkan saya bepergian dari satu tempat ke tempat lain di Jakarta, terutama bila jarak antara tempat-tempat tadi cukup jauh.

Maklum, saat ini mobil pribadi kerap terjebak macet. Sementara kalau naik sepeda motor, polusi dan kepadatan jalan membuat pengendara motor merasa tidak nyaman.


Selain itu, rasanya keren, kan, kalau di kota kita tinggal ada MRT. Moda transportasi yang satu ini terasa modern. Banyak kota-kota besar di dunia sudah mengandalkan moda transportasi ini. Contoh yang dekat, Singapura. Sekarang, jalur MRT di Singapura sudah meliputi hampir seluruh pelosok negara pulau tersebut.

Yang menarik juga, selain Jakarta segera memiliki moda transportasi yang modern, tampaknya tak lama lagi Jakarta juga bakal memiliki moda transportasi yang vintage. Mungkin Anda sudah mendengar, pemerintah provinsi Jakarta mengizinkan becak kembali beroperasi di Jakarta.

Waktu mendengar soal rencana ini, yang pertama terbayang di benak saya adalah kesemrawutan yang bakal terjadi di jalan. Saya membayangkan, abang becak nanti bakal banyak beroperasi di daerah pasar.

Ambil contoh di daerah pasar Palmerah. Sekarang saja jalanan di sana kerap macet lantaran angkot yang ngetem, kendaraan yang keluar masuk pasar, plus gerobak pedagang. Bagaimana nanti kalau ditambah becak? Bakal makin ruwet.

Pemerintah provinsi memang konon hanya akan mengizinkan becak beroperasi di wilayah-wilayah tertentu. Nah, idealnya, pemerintah juga harus mempertimbangkan kondisi wilayah operasional becak, termasuk kondisi lalu lintas.

Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan aspek sosial. Jangan lupa, sekarang juga banyak moda transportasi lain, misal ojek online. Jangan sampai karena berebut rezeki, malah timbul keributan.

Lagipula, bila ini soal memberdayakan masyarakat kecil, bukankah masih banyak cara lain?                 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi