MRT Jakarta terbentur banyak persoalan pelik



JAKARTA. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum juga memutuskan kelanjutan nasib megaproyek mass rapid transit (MRT). Kemarin, uji publik angkutan massal berkecepatan tinggi yang sedianya bisa melahirkan keputusan final yang ditunggu-tunggu nyatanya berakhir antiklimaks.Ihwalnya, terungkap sejumlah persoalan, seperti masih terdapat penolakan dari warga, hitungan tarif dan konstruksi yang memerlukan pengkajian lebih dalam lantaran berkolerasi terhadap biaya investasi.

Soal tarif MRT, Direktur PT MRT Jakarta Tribudi Rahardjo menyebutkan, angkanya Rp 8.500 sampai Rp 15.000 per penumpang untuk sekali jalan. Nah, perkiraan tarif sebesar itu jika ada kontribusi dari pengembangan kawasan bisnis di sekitar stasiun MRT atawa transit oriented development (TOD).

Tanpa TOD dan subsidi pemerintah, harga tiketnya mencapai Rp 35.000-Rp 38.000 per penumpang sekali jalan. "Kalau TOD dibangun maka secara langsung bisa menekan biaya tiket ke penumpang," kata Tribudi, Rabu (20/2).


Berhubung tarif MRT mahal, tentu harus ada subsidi sehingga harganya lebih terjangkau. Makanya, PT MRT Jakarta sudah menghitung kebutuhan subsidi mencapai  sekitar Rp 2,2 triliun untuk masa 20 tahun. Gubernur DKI Jakarta Jokowi Widodo setuju tiket MRT harus murah yang idealnya seperti tarif MRT di Singapura.

Terkait nilai subsidi, Jokowi, sapaan akrab mantan Walikota Solo itu, belum punya gambaran karena nantinya tergantung hasil tender. "Tendernya sendiri belum jelas, belum dibuka," ujarnya.

Atas dasar itu, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menyarankan konsep TOD bisa dijalankan sehingga akan menekan tarif MRT. Wakil Menteri PU Hermanto Dardak memaparkan, TOD berasal dari pendapatan pusat perbelanjaan seperti mal dan kegiatan bisnis lainnya. "Pendapatan ini bisa meringankan tarif. Jadi, rasanya TOD salah satu pilihan," terangnya.

Hermanto juga mempertimbangkan pembangunan konstruksi jalur MRT tidak di dalam tanah mengingat biaya lebih mahal, tapi menggunakan jalur layang seperti monorel. "Kalau mau dibawah pasti jatuhnya mahal. Ini bisa diatasi jika TOD dipertimbangkan matang-matang," imbuhnya.

Hanya saja, rute MRT berupa jalur layang ini mendapat penolakan terutama dari warga yang tinggal di Jalan Fatmawati. "Kami sangat menyesalkan jalur MRT dibuat layang dari Senayan-Lebak Bulus. Jelas ini akan merusak tatanan wilayah," tandas Ruli Daniel, perwakilan warga Jalan Fatmawati.

Masih banyaknya persoalan dan suara sumbang membuat Jokowi harus memutar otak lagi untuk menemukan solusi. "Saya kira perlu dibuat tim kajian evaluasi yang melibatkan masyarakat biar semua pihak menerima dan punya rasa memiliki," tegasnya.Alhasil, warga Ibukota harus bersabar lagi karena MRT masih menjadi impian.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan