Muamalat bersiap menyuntik modal anak



JAKARTA. Berdiri sejak 1 November 1991 atas kebutuhan sistem perbankan yang islami, PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (BMI) mulai beroperasi pada 1 Mei 1992. Pendirian BMI merupakan prakarsa Majelis Ulama Indonesia (MUI) beserta elemen pemerintah.

Selang dua tahun sejak mulai beroperasi, tepatnya 27 Oktober 1994, BMI menyandang predikat sebagai bank devisa. Namun cobaan datang kala krisis keuangan hebat melanda Indonesia tahun 1997–1998.

Akibat krisis, rasio pembiayaan macet atawa non performance financing (NPF) BMI melonjak, menjadi sekitar 60%. BMI pun merugi Rp 105 miliar. Ekuitas juga mencapai titik terendah, yakni Rp 39,3 miliar, atau kurang dari sepertiga modal setor awal.


Beruntung, pada tahun 1999, BMI memperoleh suntikan modal dari Islamic Development Bank (IDB), yang kemudian tercatat sebagai salah satu pemegang sahamnya.

Enam belas tahun berlalu, BMI kini mengelola 457 kantor yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Dalam memberikan layanan bagi 4,3 juta nasabahnya, BMI mendapat dukungan 4.000 system online payment online (SOPP) PT Pos Indonesia, 1996 ATM, dan 95.000 merchant debet.

Selain itu BMI juga menawarkan produk shar-e gold dengan teknologi cip pertama di Indonesia. Produk tersebut tersebut bisa digunakan di 170 negara.

BMI juga merupakan satu-satunya bank syariah di Indonesia yang sudah membuka cabang di luar negeri, yakni di Kuala Lumpur, Malaysia. Nasabah pun bisa memanfaatkan 2.000 ATM di Malaysia berkat kerjasama dengan Malaysia Electronic Payment System (MEPS).

Nah, meski hanya memiliki satu anak usaha, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memasukkan BMI dalam daftar konglomerasi keuangan yang diawasi OJK. BMI merupakan entitas utama yang memiliki satu anak usaha, yaitu PT Al Ijarah Indonesia Finance (ALIF), perusahaan pembiayaan yang beroperasi sejak 27 Agustus 2007. BMI memiliki 33,33% saham ALIF. Pemegang saham lain adalah Boubyan Bank Kuwait dan International Leasing & Investment Company (ILIC).

BMI pun berupaya menerapkan manajemen risiko dan tata kelola terintegrasi konglomerasi keuangan. BMI membentuk komite dan satuan kerja terintegrasi. BMI juga menyusun kebijakan, prosedur manajemen risiko dan tata kelola terintegrasi. Tidak ketinggalan, BMI menyusun sistim manajemen risiko terintegrasi dan sistim pengendalian internal.

Direktur Compliance & Risk Management BMI, Evi Afiatin Ismail menuturkan, satuan kerja manajemen risiko akan menyampaikan laporan profil risiko kepada Direktur Manajemen Risiko BMI dan komite secara periodik. Selain itu BMI juga melaksanakan tata kelola terintegrasi lewat membentuk satuan kerja kepatuhan dan internal audit.

Terkait kesiapan permodalan, posisi rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) Bank Muamalat dijaga pada level yang aman. "Saat ini berada pada kisaran 14% atau masih di atas ketentuan regulator yang kini berlaku," kata Evi kepada KONTAN, pekan lalu.

Sebagai entitas utama konglomerasi, BMI berencana membesarkan bisnis anak usaha dengan menyuntikkan tambahan modal kepada ALIF. Evi bilang, hingga saat ini, BMI sedang dalam tahap pengkajian untuk menggelontorkan modal bagi anak usahanya tersebut.

Di luar rencana itu, BMI juga berkeinginan menggandeng sejumlah investor strategis (strategic investor) menanamkan dananya pada anak perusahaannya itu.

Sebagai sebuah konglomerasi, BMI dan ALIF telah bekerjasama dalam sejumlah bidang, semisal promosi, penjualan, penyaluran pembiayaan kendaraan roda empat dari merek-merek tertentu.

Selain itu, BMI turut andil dalam kebutuhan pembiayaan anak usahanya, serta pembiayaan bersama (joint financing).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan