KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai pembentukan Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) berpotensi menimbulkan persoalan hukum ke depannya. Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI Deding Ishak menjelaskan, terbentuknya BP Haji bakal menimbulkan persoalan serius sebab mendahului terbitnya revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. “Jadi dari perspektif hukum sebetulnya pembentukan BP Haji mendahului penetapan perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, ini menimbulkan potensial problem hukum yang cukup serius,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi VII DPR, Jakarta, Rabu (19/2).
Baca Juga: Hari Ke-2, 28.120 Jemaah Regular Lunasi Biaya Haji 1446 H Asal tahu saja, DPR dan Pemerintah masih terus menggodok revisi UU 8/2019 yang rencananya akan dikebut dalam masa persidangan II DPR tahun ini. Deding menjelaskan, secara hirarkis terbitnya peraturan pada BP Haji seharusnya tidak boleh bertentangan oleh Undang-Undang yang ada di atasnya. “Bapak-bapak, ibu-ibu semua sudah paham, bagaimana dari aspek filosofis, yuridis dan sosialisnya ini harus terkaji secara benar, jadi bukan sekadar dematech kemanfaatannya tapi juga yang pertama adalah rahmatannya,” jelasnya. Untuk itu, lanjut dia, pihaknya mendorong DPR dan Pemerintah untuk segera menetapkan perubahan Undang-Undang tentang Haji, agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari. Baca Juga: Airlangga: Bank Emas Indonesia bisa Digunakan untuk Menabung Biaya Haji Sementara itu, Ketua Komisi VIII DPR sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) Haji Singgih Januratmoko menyampaikan bahwa pihaknya menargetkan revisi UU Haji dan Umrah ini bisa selesaikan secepatnya.