Mukesh Jagtiani: Juragan toko perlengkapan bayi babyshop karena terpaksa (1)



Mukesh 'Micky' Jagtiani menjadi orang terkaya ke-354 di dunia tahun 2010 versi Majalah Forbes. Kekayaan pria keturunan India ini mencapai US$ 2,8 miliar yang berasal dari bisnis ritel. Padahal, ayah Jagtiani sempat khawatir anaknya tidak akan mampu menghidupi dirinya sendiri karena selalu hidup boros. Ketika pertama kali membuka usaha ritel di Bahrain, sebenarnya pria yang kini berusia 58 tahun itu hanya berusaha untuk menghidupi dirinya seorang.

Mukesh 'Micky' Jagtiani lahir di Kuwait, 15 Agustus 1952. Tahun 1950, keluarganya hijrah dari Mumbai, India ke negara kaya minyak tersebut. Waktu itu, memang ada gelombang perpindahan penduduk India ke wilayah teluk, termasuk Kuwait akibat booming harga minyak menjadikan negara-negara di kawasan tersebut kaya raya.

Di Kuwait, orang tua Jagtiani bekerja sebagai pramuniaga di satu department store. Tapi, ayahnya merasa sekolah di Kuwait tidak cukup bagus, sehingga ia mengirim Jagtiani yang kalau itu masih berusia tiga tahun dan kakaknya kembali ke Mumbai untuk tinggal bersama bibi mereka. Jagtiani memiliki 19 paman dan bibi di India.


Saat berumur 12 tahun, Jagtiani masuk ke Brummana High School, sekolah berasrama Quaker yang sangat dihormati di Lebanon. Letaknya di sebelah timur kota Beirut. Quaker merupakan komunitas Kristen yang antiperang. "Sangat sulit untuk hidup layak sebagai orang India jika tidak berpendidikan," katanya menceritakan alasan bersekolah di Brummana High School.

Jauh dari keluarga tentu tidak mudah buat Jagtiani. Apalagi, ia harus hidup di bawah bayang-bayang abangnya yang kharismatik. Tapi, Jagtiani berhasil lulus pada 1969, lalu berangkat ke London, Inggris untuk melanjutkan pendidikan. Sang ayah yang dengan susah payah mengumpulkan uang untuk biaya pendidikan anaknya, mengirim Jagtiani yang waktu itu berusia 17 tahun untuk sekolah akuntansi.

Namun, Jagtiani muda sangat boros. Ia bahkan gagal dalam beberapa ujian dan akhirnya berhenti kuliah. Dia juga merupakan tukang minum dan perokok berat. Dia mampu menghabiskan satu botol wiski dan empat bungkus rokok dalam sehari. Tak heran, ayahnya sangat khawatir dengan masa depan Jagtiani.

Setelah berhenti kuliah, Jagtiani tetap bertahan di London. Ia bekerja membersihkan ruangan-ruangan di hotel dan menjadi sopir taksi di kota itu.

Tahun 1972, Jagtiani memutuskan kembali ke Mumbai. Masa depan yang menanti di kampung halamannya ini ternyata lebih buruk. Kakaknya, Mahesh menderita kanker darah. Ia dan orangtuanya lalu pindah ke Bahrain untuk merawat Mahesh. Namun, beberapa bulan kemudian, Mahesh meninggal. Ayahnya yang ternyata memiliki diabetes menyusul sang kakak tak lama setelah itu. Setahun kemudian, ibunya pergi untuk selama-lamanya.

Jagtiani ingat betul, sang ayah sempat sangat mengkhawatirkan dirinya sebelum meninggal. "Saya tidak tahu, bagaimana Jagtiani akan menghidupi dirinya sendiri, karena menjadi orang India tanpa gelar," ujar ayahnya.

Tadinya, Jagtiani ingin kembali ke Mumbai dan bekerja untuk amal di sana. Namun, ia harus mengelola toko peninggalan kakaknya di Bahrain. Meski ragu dan khawatir lantaran tidak punya pengalaman dalam berbisnis ritel, ia tetap mengelola toko itu.

Sebelum Mahesh meninggal, ia memiliki toko di Bahrain dan sempat berencana membuka gerai waralaba Mothercare dari Inggris. Namun, Mahesh keburu meninggal sebelum permintaan untuk menjadi terwaralaba toko yang menjual produk bayi ini disetujui.

Jagtiani akhirnya membuka toko yang melego perlbagai perlengkapapan bayi bernama Babyshop. Modalnya kala itu hanya sebesar US$ 6.000 yang merupakan warisan dari keluarganya.

Dengan modal sebanyak itu, Jagtiani hanya bisa mempekerjakan seorang karyawan saja. Makanya, ia harus turun tangan langsung mengelola toko tersebut. Ia sendiri yang mengangkut kotak-kotak berisi produk bayi, menata, mengurus inventaris hingga mengepel lantai toko.

(Bersambung)

Editor: Test Test