JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan telah menyiapkan dua skenario kebijakan pembatasan produksi batubara nasional. Rencananya, kebijakan ini akan diatur dalam peraturan menteri dan bakal diberlakukan mulai tahun 2015 mendatang. Skenario
pertama yang disiapkan, yaitu, pemerintah memperkenankan produksi batubara nasional naik sebesar 1% per tahun dengan target peningkatan penggunaan batubara di dalam negeri atawa
domestic market obligation (DMO) sekaligus penu-runan volume ekspor. Kemudian, skenario
kedua adalah: produksi batubara tidak diperbolehkan naik dibanding dengan tahun sebelumnya, sedangkan kewajiban DMO terus meningkat setiap tahun. Untuk memuluskan kebijakan ini, Kementerian ESDM telah berkonsolidasi dengan pemerintah daerah.
Maklum, selama ini, pemerintah pusat hanya berwenang dalam penetapan volume produksi untuk perusahaan pemegang konsesi perjanjian karya pengusahaan batubara (PKP2B) yang dimuat dalam masing-masing rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) setiap perusahaan per tahun. Sedangkan untuk RKAB izin usaha pertambangan (IUP) menjadi kewenangan masing-masing pemerintah daerah. "Kami telah melakukan pertemuan dengan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi di Palembang, Sumatra Selatan, dan Balikpapan, Kalimantan Timur," kata sumber KONTAN di Kementerian ESDM yang ikut dalam pembahasan tersebut, Rabu (2/4). Dari hasil pertemuan tersebut, mengerucut dua skenario yang akan dikaji Kementerian ESDM untuk mengatur pembatasan produksi batubara. Setelah koordinasi dengan pemerintah daerah, tahap selanjutnya, pemerintah akan meminta masukan dari kalangan pengusaha untuk menetapkan skenario yang bakal dipilih dalam kebijakan pembatasan produksi batubara. Pada proses akhir, kebijakan akan diformulasi dalam rancangan peraturan Menteri ESDM yang bakal terbit tahun ini juga. "Kami juga akan mengatur kebijakan DMO untuk larangan transfer kuota bagi perusahaan," ujarnya. Tidak bisa stagnan Ekawahyu Kasih, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo), mengatakan, skenario peningkatan produksi sebanyak 1% akan lebih diterima pengusaha dibandingkan dengan larangan peningkatan produksi. "Bisnis kan harus tumbuh, tidak mungkin stagnan," ujarnya. Ekawahyu menambahkan, pemerintah juga mesti tegas dalam mengatur kegiatan ekspor batubara. Sebab, dengan kebijakan pembatasan kenaikan produksi, pertumbuhan permintaan dalam negeri tentunya akan lebih pesat sehingga pembatasan ekspor juga harus dilakukan.
Jeffrey Mulyono, Presiden Direktur PT Pesona Khatulistiwa Nusantara, mengatakan, pihaknya tidak mempersoalkan adanya rencana kebijakan pembatasan produksi batubara. Menurut dia, kebijakan batubara nasional seharusnya dibuat berdasarkan
roadmap Kebijakan Energi Nasional (KEN), sehingga pemanfaatan batubara akan lebih optimal. Jeffrey menambahkan, pengaturan kuota produksi batubara per provinsi merupakan amanat Pasal 5 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang sejauh ini belum diikuti pemerintah. "Pemerintah juga harus menggerakkan kembali kegiatan eksplorasi batubara untuk menambah cadangan batubara dan menjamin ketahanan energi," ujar dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan