Mulai 2025, Porsi Pembiayaan Produktif Fintech P2P Lending Harus 40%-50%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Porsi penyaluran pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending ke sektor produktif dan UMKM harus berada di kisaran 40%-50% mulai 2025 hingga 2026. Hal itu tertuang dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) periode 2023–2028.

Dalam roadmap tersebut tercantum tiga fase, yaitu Fase 1 (2023-2024) berupa penguatan fondasi, fase 2 (2025-2026) berupa konsolidasi dan menciptakan momentum, serta fase 3 (2027-2028) berupa penyesuaian dan pertumbuhan. 

Pada masing-masing fase, terdapat target porsi pembiayaan fintech lending ke sektor produktif dan UMKM. Adapun porsi pembiayaan sektor produktif dan UMKM pada fase 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 30%-40%, 40%-50% serta 50%-70%. Artinya, fintech lending harus menjaga porsi pembiayaan produktif mulai 2025 di kisaran 40%-50%. 


Baca Juga: Strategi Fintech Lending Sektor Produktif Tekan TWP90 Agar Tak Membengkak

Namun, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat persentase atau porsi penyaluran pembiayaan sektor produktif terhadap total penyaluran pembiayaan fintech P2P lending per November 2024 baru mencapai 30,91% saja. Artinya, masih dibutuhkan pembiayaan ke sektor produktif sebesar 9,09% untuk mengejar target pada fase 2 sesuai dalam roadmap.

Mengenai hal tersebut, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) masih optimistis industri bisa mencapai target persentase pembiayaan produktif sebesar 40%-50% pada periode 2025-2026.

Untuk mencapai target tersebut, Ketua Umum AFPI Entjik Djafar mengatakan AFPI terus mendorong penyelenggara fintech lending, terkhusus yang berfokus pada segmen produktif, untuk mengembangkan produk yang ditujukan untuk UMKM dan ultra mikro.

"Selain itu, tentunya juga melakukan peningkatan edukasi dan kerja sama dengan komunitas UMKM dan ultra mikro," katanya kepada Kontan, Jumat (10/1).

Dari sisi penyelenggara yang berfokus di sektor produktif, fintech P2P lending PT Akselerasi Usaha Indonesia atau Akseleran menyatakan akan melakukan penetrasi pasar yang lebih luas lagi untuk memaksimalkan penyaluran pembiayaan ke sektor produktif.

"Kami mau tumbuh melalui penetrasi pasar secara lebih luas, baik melalui direct sales, maupun partnership dengan berbagai pihak," ucap Group CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan kepada Kontan, Rabu (8/1).

Baca Juga: OJK Catat Kenaikan Porsi Pembiayaan Fintech ke Sektor Produktif per November 2024

Fintech P2P lending Modalku juga menerapkan upaya untuk memaksimalkan pembiayaan ke sektor produktif. Country Head Modalku Indonesia Arthur Adisusanto mengatakan Modalku akan terus beradaptasi dalam menawarkan layanan dan produk yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan UMKM. Ditambah berfokus untuk memberikan layanan yang lebih baik. 

"Kami juga akan tetap selektif dalam menyalurkan dana kepada UMKM yang berada di industri dengan potensi pertumbuhan positif," katanya kepada Kontan, Jumat (10/1).

Sementara itu, fintech P2P lending Maucash berkomitmen akan terus meningkatkan persentase penyaluran pembiayaan ke sektor produktif. Direktur Marketing Maucash Indra Suryawan melihat akan ada potensi dan peluang yang cukup baik di sektor-sektor baru segmen produktif yang belum dibiayai perusahaan pada tahun ini. 

"Oleh karena itu, kami akan memperluas dan memperdalam penetrasi di berbagai industri baik di ekosistem Astra maupun di luar ekosistem Astra," ungkapnya kepada Kontan, Jumat (10/1).

Mengenai prosi pembiayaan produktif fintech lending, pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda merasa ragu porsi penyaluran produktif yang sebesar 40%-50% bisa tercapai karena masih adanya masalah gagal bayar yang menimpa fintech lending sektor produktif selama ini. Imbasnya, lender tentu akan berpikir ulang untuk mendanai sektor produktif.

Baca Juga: Pertimbangan OJK Tetapkan Ketentuan Baru Lender Non Profesional Fintech Lending

"Platform fintech lending bermasalah sejauh ini berasal dari sektor produktif, artinya ada potensi gagal bayar yang lebih besar ketika lender menyalurkan pembiayaan ke sektor produktif. Seharusnya ada perbaikan dalam kualitas penyaluran ke sektor produktif terlebih dahulu," kata Nailul kepada Kontan, Jumat (10/1).

Sesuai dengan pernyataan Nailul, memang masalah gagal bayar kebanyakan menghantui fintech lending sektor produktif selama ini. Sebut saja, iGrow hingga Investree yang akhirnya dicabut izin usaha oleh regulator.

Bahkan, OJK sendiri mengungkapkan fintech lending sektor produktif mendominasi jumlah penyelenggara yang memiliki TWP90 di atas 5% per November 2024. Tercatat, ada 21 fintech lending yang memiliki TWP90 di atas 5% per November 2024 atau meningkat dibandingkan posisi bulan sebelumnya yang berjumlah 19 penyelenggara.

Adapun TWP90 industri fintech lending tercatat mengalami kenaikan atau memburuk per November 2024 menjadi sebesar 2,52%, sedangkan TWP90 per Oktober 2024 sebesar 2,37%. 

Di sisi lain, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman mengatakan terdapat sejumlah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan penyaluran pembiayaan ke sektor produktif dan UMKM agar mencapai target seperti yang tertuang dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) periode 2023–2028.

Upaya tersebut, seperti mendukung adanya relaksasi batas maksimum pembiayaan melalui regulasi, serta optimalisasi program sinergi untuk mendorong pembiayaan ke luar Jawa.

"Selain itu, melakukan perluasan jalur distribusi penyaluran pembiayaan kepada sektor produktif dan UMKM," ucapnya dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Kamis (9/1).

Baca Juga: TWP90 Fintech Lending iGrow Terpantau Tembus 81,18%, Ini Respons OJK

Agusman menambahkan adanya penyesuaian batas maksimum manfaat ekonomi per hari atau bunga fintech lending diharapkan juga dapat meningkatkan akses keuangan bagi masyarakat yang tidak terlayani oleh industri non-fintech lending hingga tersedianya pendanaan yang berkelanjutan untuk pembiayaan sektor produktif dan UMKM sesuai Roadmap Pengembangan dan Penguatan LPBBTI 2023-2028.

Jika melihat poin yang tertuang dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan LPBBTI 2023-2028, porsi penyaluran pembiayaan fintech lending ke sektor produktif per November 2024 sebesar 30,91% masih sesuai target yang dicanangkan OJK pada periode 2023-2024 yang sebesar 30%-40%.

Apabila ditelaah berdasarkan data statistik OJK, porsi per November 2024 terbilang meningkat, jika dibandingkan posisi per Oktober 2024 yang sebesar 30,83%. Adapun OJK mencatat outstanding pembiayaan fintech P2P lending per November 2024 mencapai Rp 75,60 triliun. Pencapaian per November 2024 tumbuh sebesar 27,32% Year on Year (YoY).

Selanjutnya: WSBP Suplai Produk Spun Pile untuk Proyek NCICD Fase A Senilai Rp 41,56 Miliar

Menarik Dibaca: Promo JSM Hypermart Periode 10-13 Januari 2025, Anggur Hijau Diskon Rp 17.000

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo