Setiap pemancing pasti punya pengalaman yang mengesankan. Salah satunya adalah Salahuddin Setiawan Djodi Nur Hadiningrat atau dikenal Setiawan Djody. Dia mulai belajar memancing di Kali Code, di pinggiran Yogyakarta. Djody pernah menguji kemampuan memancingnya di Vladivostok, Rusia. Bahkan, dia pernah mendampingi bekas orang nomor satu di Indonesia, Soeharto, saat memancing di Tanjung Layar, Ujung Kulon. Minat memancing Djody sudah tumbuh sejak SMP di Jogja. Ia sering ikut ayahnya memancing di Kali Code. Kebetulan, rumah mereka tak jauh dari kali itu. “Kerjaan saya mancing ikan gabus sama mencari belut di sawah. Ini pengalaman yang tak bisa dibeli dengan uang,” kenang lelaki kelahiran Solo, 13 Maret 1949 ini.
Hobi tersebut berlanjut saat SMA di Solo. Ia kerap diajak pamannya, Haryoso (ayah musisi Iwan Fals), untuk memancing di Bengawan Solo. “Saya pernah mancing dapat ikan patin liar gede, di Jawa namanya ikan wagal,” terang dia. Kegemarannya terhadap aktivitas ini tak berhenti meski dia hijrah ke Amerika Serikat. Bahkan, Djody mendapat ilmu mancing yang dikenal trolling, terutama di wilayah Long Island, sebuah pulau di Negara Bagian New York. “Saya juga pernah diajak orangtua angkat memancing ke Alaska,” kenangnya. Sekembalinya ke Indonesia, Djody menemukan rekanan bisnis yang punya hobi sama, yakni Sigit Hardjojudanto, putra Presiden Soeharto. Berbekal perte-manan ini, sekitar tahun 1970-an dia diajak mancing oleh Pak Harto ke Ujung Kulon. “Mancingnya pakai kapal kenegaraan. Panjangnya kalau enggak salah 52 feet. Selama di laut kami dikawal terus sama kapal Angkatan Laut,” kenangnya. Soeharto suka kapal berukuran tak terlalu besar agar lebih bisa merasakan gelombang laut. Pelajaran memancing yang didapatnya dari Soeharto adalah selalu tenang kala memancing. Ia tak pernah marah-marah meskipun tidak ada ikan yang menyangkut di kail. Pernah satu kali, karena tak mendapat ikan, Pak Harto memerintahkan kapalnya berangkat ke Tanjung Layar, Ujung Kulon. Padahal, saat itu gelombangnya setinggi rumah. Pembantu Pak Harto, almar-hum Gideon, sudah membakar kemenyan karena takut dengan mitos Nyi Roro Kidul. “Tapi, Pak Harto malah tenang-tenang saja ngerokok cerutu,” kenang Djody. Di tempat inilah, Soeharto strike ikan kuwe sepanjang lebih dari 1,5 meter. Bagi Djodi, memancing tak sekadar hobi. Ia merasa, selain penuh tantangan, memancing kadang disertai faktor keberuntungan. Tak heran jika di sela perjalanan bisnis, dia meluangkan waktu untuk memancing di spot-spot terkenal dunia.
Salah satu tempat yang membuatnya terkesan adalah di Australia. Saat itu ia berhasil menaklukkan ikan black marlin. “Ikan marlin ini luar biasa. Waktu ditarik terbang. Wuah..., rasanya, susah diceritakan,” katanya. Keberuntungan menangkap ikan besar tak selalu mengiringinya. Pernah satu kali di tahun 2006, kala berlibur bersama keluarga besar Mangkunegaran, termasuk bersama Japto Soerjosoemarno, Djody tak berhasil menarik ikan besar. Saat merapat di pelabuhan ia melihat nelayan membawa ikan besar. “Saya beli ikan itu, lalu saya difoto seolah-olah saya yang dapat. Sampai sekarang fotonya nempel di rumah,” kata dia. Ini adalah pengalaman terakhirnya memancing. Karena, pada 2007, Djody harus berjuang melawan penyakit. Dia pun menjalani operasi transplantasi hati. Efeknya, dia tak boleh kena panas selama tiga tahun pasca- operasi. Kini, masa itu tinggal enam bulan lagi. Ia sudah berencana membuat trip melempar kail. “Ada kolam besar di Tangerang. Ada kakap putih besar di sana,” ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Test Test