Mulai Mei, harga pangan dipantau



JAKARTA. Harga pangan yang  kerap bergerak tak terkendali mulai membuat pemerintah mulai gerah.  Sebagai contoh, harga beras yang naik bak roller coaster  pada akhir Februari hingga pertengahan Maret lalu, meski saat ini sudah melandai, persolan baru datang yakni minimnya serapan gabah petani oleh Bulog saat panen raya Maret lalu. 

Ini diprediksi bakal menimbulkan efek atas kenaikan harga beras, setelah musim panen berakhir Juni mendatang. Tak ingin kecolongan, pemerintah membentuk tim pemantau harga pangan strategis,  termasuk beras.  Awal Mei, tim pemantau harga mulai bekerja.

Hasil Sembiring, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kemtan) mengatakan, tim baru ini bakal diisi perwakilan dari Kemtan, Kementerian Perdagangan (Kemdag), Kementerian Perindustrian (Kemprin), dan Bulog. Tim ini rencananya bakal bekerja dibawah komando Menteri Pertanian.


Legalitas tim ini akan bakal tertuang alam Peraturan Menteri Pertanian (Permen) yang siap meluncur akhir bulan ini. "Tim akan bekerja selama dua tahun dan berada di bawah arahan Wakil Presiden Jusuf Kalla," papar Hasil, Senin (20/4) kemarin.

Tim pemantau harga memiliki sejumlah tugas penting, antara lain memantau kondisi lapangan setelah panen, pengelolaan hasil panen, penyerapan Bulog, distribusi sampai harga di tingkat konsumen.

Selain beras, komoditas pangan yang akan dipantau adalah kedelai, daging sapi, daging ayam, telur ayam, hingga cabai dan bawang merah.

Menguntungkan Bulog

Hasil bilang, sinergitas lembaga pemerintahan plus dilibatkannya Bulog dalam tim ini juga bertujuan untuk mendongkrak kinerja perusahaan pelat merah ini.

Nantinya, tim ini secara berkala akan melapor kondisi panen yang terjadi di seluruh Indonesia, sehingga Bulog bisa langsung merespon dan bergerak cepat dalam menyerap gabah hasil panen milik petani.

Dengan informasi ini, Bulog diharapkan bisa memenangkan persaingan dengan perusahaan swasta dalam menyerap gabah petani. Maklum, sepanjang bulan Maret lalu, Bulog hanya sanggup menyerap beras petani sebanyak 30.000 ton. Padahal, target awal setidaknya Bulog bisa menyerap sekitar 400.000 ton beras petani.

Selain itu, Bulog juga dapat lebih leluasa untuk menaikkan kontribusi bisnis komersial, seperti menjual beras medium dan premium.

Jika selama ini porsi bisnis komersial hanya berkisar 10%, Bulog berharap bisa menaikkan hingga 20% sampai 30%. 

Selama ini, bisnis beras premium lebih banyak didominasi oleh perusahaan swasta. Nah, beras premium milik Bulog ini merupakan beras berkualitas tinggi dari dalam maupun luar negeri.

Pengadaan beras premium Bulog diperoleh melalui pembelian langsung dari penggilingan padi dan beras lokal unggulan produk Unit Penggilingan Gabah Beras (UPGB) Bulog. Penjualan beras premium Bulog dilakukan baik secara grosir maupun eceran.

Dengan adanya tim pemantau ini, Bulog mendapatkan kepastian bisa membeli gabah petani di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) tanpa diselimuti rasa khawatir disorot karena tak menyerap semua gabah petani seperti yang terjadi selama ini.

Meski begitu, Bulog tetap harus tunduk pada kewajiban yang diamanatkan pemerintah yakni menyediakan beras untuk rakyat miskin.

Winarno Tohir, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) bilang, sudah sewajarnya Bulog juga bermain di kelas premium dengan catatan tugas pokok juga tidak ditinggalkan. "Agar penyerapan Bulog lebih banyak dan harga juga lebih stabil," katanya.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto