Mulai rebound, analis prediksi rupiah dalam tren menguat hingga akhir tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah sepertinya sudah mulai bangkit hari ini setelah cukup terkoreksi pada perdagangan sepanjang pekan ini.

Berdasarkan data Bloomberg (16/5) rupiah ditutup menguat tipis 0,07% di level Rp 14.452 per dollar Amerika Serikat (AS). Sementara di kurs tengah Bank Indonesia mata uang Garuda melemah tipis 0,06% di level Rp 14.458 per dollar AS.

Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan rupiah secara teknikal terlihat sudah mulai bangkit setelah mengalami tekanan pekan ini. Tak dipungkiri progres perang dagang AS-China menjadi katalis positif saat ini.


Meski masih saling serang, Presiden AS, Donald Trump nampaknya mulai lunak, kemarin ia menyebutkan bahwa perang dagang hanyalah pertempuran kecil dan negosiasi dengan China belum putus. 

Senada, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang mengatakan AS-China akan terus berdialog sampai menemukan kesepakatan.

Deddy menilai meski tarik ulur, perang dagang AS-China tahun ini setidaknya lebih banyak melakukan pertemuan, apalagi setelah Trump kemarin bilang Ingin bertemu dengan Presiden China, Xi Jinping dalam pertemuan G20. 

“Kedua negara pasti ingin menyelesaikan gencatan dagang karena tidak ingin ekonominya malah terpuruk,” kata Deddy, Kamis (16/5).

Dari sisi internal, defisit neraca perdagangan sepertinya masih membuat kurs rupiah melempem. Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan data neraca perdagangan periode April mencatatkan defisit sebesar US$ 2,5 miliar.

Meskipun begitu, sinyal positif terpancar dari Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG) BI hari ini. Suku bunga BI atau BI-7DRR masih tetap di level 6%. BI juga mengeluarkan testimoni bahwa defisit neraca perdagangan sampai dengan kuartal-II kemungkinan lebih baik dari pada bulan lalu.

“Testimoni tersebut sepertinya disambut positif pelaku pasar sehingga rupiah bisa menguat hari ini,” tutur Deddy. 

Namun, sampai dengan akhir semester I-2019 rupiah sepertinya masih diterpa angin tak sedap.

Kata Deddy, pembayaran utang luar negeri masih sejumlah perusahaan masih marak terjadi di Indonesia. Sehingga, nantinya dollar AS banyak digunakan untuk keperluan tersebut dan mengancam pelemahan rupiah.

Selanjutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 22 Mei mendatang akan mengumumkan presiden dan wakil presiden Indonesia yang terpilih. 

Deddy mengamati pasar masih dalam sikap wait and see sampai dengan pengumuman KPU. Ia menegaskan jika pemerintahan ke depan berlanjut maka sejumlah kebijakan cenderung tidak berubah. 

Bila sebaliknya yang terjadi, maka investor kembali wait and see di pasar domestik menunggu kebijakan pemerintah baru.

Namun, Deddy masih optimistis dengan fundamental domestik di semester I-2019. Sementara ia melihat sampai akhir tahun perang dagang masih menjadi porsi besar sentimen pergerakan rupiah. Apalagi AS mengundur tarif impor barang-barang otomotif sampai dengan enam bulan ke depan.

Secara keseluruhan, ia memprediksi perang dagang AS-China bakal lebih adem di tahun ini. Meskipun tidak ada yang bisa memastikan hal tersebut, Deddy merasa pastinya kedua belah belah negara tidak ingin berlama-lama bernegosiasi dan ingin ekonominya tumbuh.

Sementara indeks dollar AS ke depan ada potensi pelemahan. Walaupun The Fed cenderung hawkish bank sentral itu pernah mengisyaratkan akan memangkas suku bunganya pada akhir tahun ini atau awal tahun depan. 

“Apalagi tahun depan akan ada pemilu presiden di AS, jika Trump tidak terpilih maka dollar bisa menguat dan rupiah terapresiasi,” ucap Deddy.

Deddy memprediksi sampai dengan akhir semester I-2019 dan akhir tahun rupiah bakal berkutat di rentang Rp 13.900-Rp 14.100 per dollar AS. 

Adapun untuk proyeksi kurs rupiah besok di level Rp 14.430-Rp 14.470 per dollar AS, cenderung menguat merespon testimoni BI dan progres perang dagang AS-China.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi