Mulai tahun depan, rasio utang dipatok maksimal 31% dari PDB



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rasio utang terhadap PDB selama periode 2019 - 2022 diperkirakan berada di kisaran 29,5% - 31% dari PDB dengan potensi pergerakan di kisaran +5,0% untuk mengakomodasi shock.

Hal ini menjadi perhatian pemerintah, sebab rasio utang terhadap PDB ada kemungkinan meningkat melebihi 30,0% yang menjadi komitmen pemerintah. Peningkatan ini disebabkan oleh tekanan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

“Outlook rasio utang terhadap PDB ini menjadi catatan penting agar Pemerintah lebih agresif menetapkan kebijakan-kebijakan pengelolaan utang yang prudent, baik yang bersifat tahunan maupun jangka menengah,” tulis pemerintah Nota Keuangan dan RAPBN 2019 yang dikutip Kontan.co.id, Senin (20/8).


Oleh karena itu, sejumlah upaya dilakukan oleh pemerintah dalam mengelola utang untuk beberapa tahun yang akan datang. Pertama, mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber dalam negeri, dengan tetap memanfaatkan sumber utang luar negeri sebagai pelengkap.

Kedua, melakukan pengembangan instrumen utang dalam rangka memperluas basis investor utang dan pendalaman pasar. Ketiga, memanfaatkan instrumen lindung nilai untuk mengendalikan fluktuasi pembayaran kewajiban utang.

Keempat, mengelola portofolio yang tepat berkenaan dengan transaksi program pembelian kembali dan debt switch, maupun optimalisasi kualitas penetapan seri benchmark baik dari sisi tenor dan jumlah seri dengan mempertimbangkan likuiditas dan preferensi investor

Kelima, memperkuat koordinasi pengelolaan risiko utang dalam kerangka pengelolaan aset dan kewajiban negara.

Rasio utang pemerintah sendiri per akhir Juli 2018 mencapai Rp 4.253,02 triliun atau sebesar 29,74% dari PDB. Nilai ini masih aman sebab terjaga di bawah 60% dari PDB sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, rasio utang terhadap PDB sejak 2013 masih selalu di bawah 30%. Tahun lalu rasio utang terhadap PDB sebesar 29,5%.  "Rasio utang terhadap PDB kita termasuk (yang) terendah di dunia," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto