Multi Garam Utama (FOLK) Manfaatkan Perkembangan Pasar Lewat Gaya Hidup Generasi Z



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Generasi Z dan Milenials saat ini mendominasi jumlah penduduk Indonesia. Setidaknya, 60% penduduk Indonesia saat ini merupakan Generasi Z dan Milenials. Alhasil, terjadi pangsa pasar baru yang mengikuti perilaku kedua generasi itu. Hal tersebut yang berusaha dimanfaatkan sebagai fokus bisnis PT Multi Garam Utama Tbk (FOLK).

Direktur Utama Danny Sutradewa mengatakan, FOLK didirikan pada tahun 2019. Perusahaan itu terdiri dari perkumpulan beberapa pengusaha yang sudah membuat, mendirikan, dan membesarkan perusahaannya masing-masing.

“FOLK Group merupakan perusahaan multisector holding company yang saat ini beroperasi pada dua industri utama, yaitu new media dan consumer,” kata Danny saat ditemui Kontan.co.id, Kamis (24/8).


Melalui beberapa entitas anaknya, FOLK Group memiliki tiga pilar utama yang menjadi fondasi inti dari ekosistem FOLK Group. Pilar pertama adalah new media commerce, yaitu media baru yang berbasis pencipta konten (content creator) yang didistribusikan melalui platform digital salah satunya media sosial.

FOLK Group saat ini menjangkau audiensnya melalui tiga segmen media. Pertama, segmen education lewat Finfolk. Kedua, segmen sports & entertainment lewat R66 Media. Terakhir, segmen lifestyle & culture lewat USS Networks.

Baca Juga: FOLK Membidik Pasar Generasi Muda

Pilar kedua merupakan omni-channel retail brands yang terdiri dari Amazara, SYCA, dan Dr Soap.

Danny menuturkan, FOLK bergerak di industri baru, baik dari sektor media maupun ritelnya. Perbedaan produk FOLK adalah dari inovasi yang dilakukan oleh para entitas anak perusahaan yang outputnya disesuaikan dengan gaya hidup Gen Z dan Millenials.

Menurut Danny, sejak 6-7 tahun lalu, terjadi perubahan perilaku dari cara Gen Z dan Millenials mengonsumsi media. Saat ini, penggunaan media sosial sangat mendominasi.

“Akibatnya, new media pun muncul dengan memanfaatkan kanal distribusi dari media sosial,” tutur dia.

Di sisi lain, produk retail di FOLK juga lahir karena perubahan perilaku Gen Z dan Milenials yang mulai bangga memakai produk lokal dibandingkan brand luar negeri.

Baca Juga: Seusai IPO, FOLK Mengembangkan Bisnis dengan Merger dan Akuisisi

FOLK resmi melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin (7/8). Dalam gelaran IPO ini, FOLK menerbitkan 570 juta saham baru atau setara dengan 14,4% dari modal ditempatkan dan disetor perseroan, dengan harga penawaran sebesar adalah Rp 100 per saham. Bersamaan dengan IPO, FOLK juga akan menerbitkan 285 juta Waran Seri I.

FOLK akan menggunakan dana hasil IPO untuk beberapa keperluan. Yakni, sekitar 22,69% akan digunakan untuk penyetoran modal kepada PT Finfolk Media Nusantara (FMN).

Kemudian sekitar 18,85% akan digunakan untuk pembayaran jasa kontraktor, renovasi gedung kantor, pembuatan studio, ruang pertemuan, dan juga pembelian peralatan perlengkapan.

Lalu sekitar 17,65% hasil IPO akan digunakan untuk pembelian saham PT Untung Selalu Sukses (USS).

Terakhir, sebesar 12,50% akan dipinjamkan kepada PT Drsoap Global Indonesia (DGI), 12,00% akan dipinjamkan kepada PT Amazara Indonesia Mudakarya (AIM). 6,60% akan dipinjamkan kepada PT Syca Kreasi Indonesia (SKI).

Baca Juga: Multi Garam Utama (FOLK) Resmi IPO, Raup Dana Segar Rp 57 Miliar

Danny mengungkapkan, langkah IPO diambil FOLK karena mereka ingin mengembangkan perusahaan dengan berstatus sebagai perusahaan terbuka. Ketika terdaftar di BEI, perusahaan akan lebih akuntabel.

“Sebab, yang memperhatikan kinerja perusahaan bukan hanya shareholders lagi, tetapi juga BEI, OJK, dan masyarakat. Transparansi dan akuntabilitas itu akan menjadi nilai tambah bagi perusahaan yang masih berkembang,” ungkap dia.

Untuk menguatkan kinerja perusahaan dan juga harga saham mereka, FOLK memiliki tiga strategi utama. Pertama, menumbuhkan entitas anak perusahaan FOLK. Menurut Danny, perusahaan ritel membutuhkan working capital yang cukup besar.

Artinya penjualan yang besar biasanya harus sejalan denga modal yang juga besar. Lalu, distribusi untuk perusahaan ritel juga harus dikencangkan.

“Sementara, untuk media, semakin bagus konten yang dibuat, akan semakin menambah viewers. Nantinya, akan ada iklan yang  bisa masuk,” tuturnya.

Kedua, merger and acquisition di perusahan holding company. jka ada perusahaan yang bagus dan bisa bersinergi dengan brand lain di FOLK. Ketiga, mendorong anak perusahan untuk bertumbuh dan juga melakukan IPO.

Baca Juga: Siap-Siap, Ini 10 Perusahaan yang Sedang Gelar IPO di Awal Agustus 2023

Danny menuturkan, FOLK akan selalu berinovasi untuk memenuhi permintaan Gen Z dan Milenials yang kerap berubah-ubah.

Dengan pangsa pasar yang fokus, FOLK yakin perusahaannya bisa terus bertumbuh dengan masif . FOLK juga mencatatkan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk alias compound annual growth rate (CAGR) sebesar 220%. Sementara, pada periode 2019-2022, pertumbuhan pendapatan FOLK sebesar 224% per tahun dan laba FOLK sebesar 248% per tahun.

Di tahun 2023, FOLK menargetkan untuk mengakuisisi dua perusahaan consumer goods. FOLK juga menargetkan pendapatan di tahun 2023 bisa tumbuh di atas 20%-30% dari pendapatan tahun 2022.

Danny menuturkan, target tersebut diiringi oleh peluang dan hambatan ke depannya. Menurutnya, FOLK merupakan perusahaan kecil yang baru masuk dalam ranah bersama dengan pemain besar.

Hal itu membuat FOLK harus lebih serius dalam menjalankan bisnis agar bisa terus menarik perhatian investor dan pasar. Terkait hambatan, kata Danny, modal utama FOLK bukanlah modal kapital yang besar, tetapi sumber daya manusia (SDM) yang unggul.

Di sisi lain, Danny melihat FOLK memiliki peluang di tengah kondisi perekonomian Indonesia yang masih bertumbuh. Sebab, pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pertumbuhan konsumsi, yang akan berdampak bagus pada sektor ritel, salah satu sektor unggulan FOLK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati