KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) meyakinkan industri multifinance akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait larangan penarikan paksa penjaminan fidusia. Dewan Pengawas APPI Dennis Firmansjah bilang, pihaknya menghormati keputusan MK tersebut. “Memang ada yang menarik secara paksa tapi itu kasusnya sangat kecil sekali. Kita berharap semua nasabah bayar tepat waktu. Namun sekarang bagaimana mekanisme penarikan jaminan fidusia bisa lebih sederhana, murah, dan cepat,” ujar Dennis di Jakarta pada Rabu (15/1).
Baca Juga: Sekarang perusahaan leasing tak boleh tarik sepihak, harus lewat pengadilan Ia pun yakin, selama konsumen multifinance tepat menyicil, maka tidak ada masalah. Apalagi bila telat dan bermasalah akan tercatat di BI Checking dan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK. Bila memiliki catatan jelek maka akan susah mendapatkan pembiayaan di kemudian hari. “Putusan MK pasti berdampak terhadap proses menyitaan penjaminan fidusia, namun kita lihat sebagai bentuk agar pasar multifinance memperbaiki operasional. Kekhawatiran soal pembiayaan bermasalah pasti ada. Tapi kita berharap bagus membayar cicilan, jangan sampai tidak ikut bayar karena putusan MK ini,” kata Dennis. Sebelumnya, MK memutuskan perusahaan kreditur (leasing) tidak bisa menarik atau mengeksekusi objek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah secara sepihak. MK menyatakan, perusahaan kreditur harus meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri terlebih dahulu. "Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri," demikian bunyi Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020. Kendati demikian, perusahaan leasing tetap boleh melakukan eksekusi tanpa lewat pengadilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanpretasi.
"Sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) telah mengakui adanya “cidera janji” (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia (kreditur) untuk dapat melakukan eksekusi sendiri (parate eksekusi)," lanjut MK.
Baca Juga: OJK berniat naikan modal minimum multifinance, ini kata APPI Adapun mengenai wanpretasi tersebut, MK menyatakan pihak debitur maupun kreditur harus bersepakat terlebih dahulu untuk menentukan kondisi seperti apa yang membuat wanpretasi terjadi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat