JAKARTA. Perlahan tapi pasti, dana asing yang selama ini menjadi uang panas di pasar keuangan dalam negeri mulai keluar. Hal ini ditakuti bisa menyebabkan krisis keuangan seperti era 1997-1998 kembali terulang. Tapi tenang, kemungkinan terulangnya krisis yang juga membuat rezim Soeharto lengser sangat kecil peluangnya. Setidaknya, hal ini disampaikan Lukman Leong, Chief Analyst Platon Niaga Berjangka melalui risetnya yang diterima KONTAN, (24/2). "Negara-negara emerging market khususnya Indonesia telah belajar dari kondisi saat itu, sehingga sangat kecil kemungkinan membuat krisis kembali terulang," jelas Lukman.
Menurutnya, fundamental negara berkembang periode saat ini jauh lebih kuat dibanding sebelumnya. Contoh, Indonesia saat krisis moneter 1997 hanya punya cadangan devisa US$ 17 miliar. Sedangkan saat ini, posisinya Indonesia memiliki cadangan devisa US$ 99 miliar. Namun begitu, Lukman bilang, cadangan devisa itu tak seiring dengan tingkat inflasi Indonesia. Jika tahun 1996 lalu inflasi sebesar 7,9%, saat ini angkanya mencapai 8,4%. Satu lain yang wajib dicermati adalah, defisit current account yang melebar. Jika tahun 1996, defisit current account tercatat di posisi 3,2% dari gross domestik product (GDP), saat ini tercatat 3,9% dari GDP. Namun, kata Lukman, defisit current account yang melebar terjadi karena adanya dana asing yang keluar secara serempak karena kepanikan.