Musim Kemarau Diprediksi Mundur, Simak Penjelasan BMKG



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Awal musim kemarau 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi mundur dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. 

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers daring, Jumat (15/3/2024). 

Ia menjelaskan, dibandingkan rerata klimatologinya, yaitu pada periode 1991-2020, awal musim kemarau 2024 di 282 zona musim (ZOM) atau sekitar 40 persen mengalami kemunduran. 


Sementara awal musim kemarau di 175 ZOM (25 persen) diprediksi sama dan 105 ZOM (15 persen) diperkirakan maju. 

"Sebagian besar wilayah Indonesia sebanyak 317 ZOM (45,61 persen) akan mengalami puncak musim kemarau pada Agustus 2024," ujar Dwikorita dikutip dari Kompas.id, Jumat. 

Lantas, apakah mundurnya awal musim kemarau 2024 menyebabkan cuaca panas terik pada 2023 terulang kembali? 

Penjelasan BMKG 

Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan, ada kemungkinan suhu panas atau cuaca panas terik pada 2023 lalu terulang kembali. 

Ardhasena menjelaskan, hal tersebut disebabkan oleh kombinasi temperatur dan kelembapan. Perlu diketahui bahwa musim kemarau yang akan datang bersifat normal dan di atas normal dengan suhu muka laut di sekitar Indonesia dalam kondisi hangat. 

Ketika temperatur dan kelembapan berinteraksi, lanjut Ardhasena, dua faktor ini dapat menyebabkan cuaca panas terik seperti 2023 yang lalu. 

"Kedua faktor tersebut memiliki peran terutama dalam rasa kenyamanan kita bersama sehingga hal-hal tersebut yang barangkali perlu diwaspadai," ujar Ardhasena dalam konferensi pers yang sama, Jumat. 

Baca Juga: Ini Perkiraan Cuaca Jelang Lebaran dari BMKG

Suhu Indonesia panas dan lembap 

Lebih lanjut, Ardhasena menerangkan bahwa cuaca panas terik yang berpotensi terjadi pada tahun ini bersifat panas dan lembap. 

Hal ini disebabkan oleh lebih hangatnya suhu muka laut di sekitar Indonesia sehingga penguapan lebih banyak terjadi. 

Selain itu, BMKG juga memprediksi lebih banyak awan yang terbentuk, sehingga kondisi di sekitar wilayah indonesia lebih lembap. 

Meski begitu, Ardhasena memprediksi bahwa suhu jika terjadi cuaca panas terik pada 2024 tidak setinggi tahun lalu.

"Tapi, kombinasi keduanya bisa membuat rasa yang tidak nyaman seperti kemarin," jelas Ardhasena. 

"Pada saat El Nino tahun kemarin awan-awan itu rendah sekali (pembentukannya), sehingga eksposur dari sinar Matahari itu langsung karakternya lebih panas dan terik. Tahun ini kemungkinan kombinasi panas dan lembap," pungkasnya. 

Untuk diketahui, terjadinya cuaca panas pada 2023 terjadi tanggal 22-28 September yang disebabkan minimnya tingkat pertumbuhan awan, terutama di siang hari. 

Kondisi tersebut menyebabkan penyinaran matahari pada siang hari ke permukaan bumi tidak mengalami hambatan signifikan oleh awan di atmosfer. 

Selain itu, cuaca panas juga dipengaruhi oleh posisi semu matahari sedang berada di sebelah selatan ekuator. 

Baca Juga: Antisipasi Dampak La Nina, BNPB Berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah

Artinya, sebagian wilayah Indonesia di selatan ekuator termasuk wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara relatif mendapatkan pengaruh penyinaran matahari yang relatif lebih tinggi dibandingkan wilayah Indonesia lainnya. 

"Namun demikian, fenomena astronomis ini tidak berdiri sendiri dalam mengakibatkan peningkatan suhu udara secara drastis atau ekstrem di permukaan bumi," jelas Kepala Pusat Meteorologi Publik, Andri Ramdhani, kepada Kompas.com, Jumat (29/9/2023). 

"Faktor-faktor lain seperti kecepatan angin, tutupan awan, dan tingkat kelembapan udara memiliki dampak yang lebih besar juga terhadap kondisi suhu terik di suatu wilayah seperti yang terjadi saat ini di beberapa wilayah Indonesia," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Musim Kemarau Diprediksi Mundur, Akankah Cuaca Panas Terik 2023 Terulang Lagi?"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie