Musim laporan usai, panen cuan bisa lanjut terus!



Pekan terakhir pelaporan kinerja emiten tahun 2012, tuntas sudah. Beberapa emiten kakap justru memilih merilis kinerja mendekati batas akhir. Sebagian masih mampu menyodorkan pertumbuhan kinerja. Namun, apakah mereka masih layak koleksi? Simak ulasan berikut.

Berikut, pandangan para analis mengenai prospek beberapa emiten yang baru saja mempublikasikan kinerja 2012 di pengujung earning seasons:

TLKM


BUMN telekomunikasi ini mencetak pertumbuhan laba bersih 17,13% selama 2012, dari Rp 10,97 triliun di akhir 2011 menjadi Rp 12,85 triliun di akhir 2012. Pencapaian itu tersokong pertumbuhan pendapatan 8,3% menjadi Rp 77,14 triliun.

Pendapatan terbesar tetap disumbang oleh segmen voice, mencapai Rp 41,39 triliun. Pendapatan interkoneksi tumbuh paling kencang hingga 22% menjadi Rp 4,27 triliun di akhir 2012. Selain itu, TLKM berhasil mengurangi rugi kurs mereka dari sebesar Rp 210 miliar pada tahun 2011, menjadi Rp 189 miliar tahun lalu.

Alhasil, “Laba bersih per saham TLKM otomatis naik dari Rp 559,67 menjadi Rp 669,19 per saham,” ujar Direktur Keuangan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Honesti Basyir.  

Analis Danareksa Sekuritas Chandra S. Pasaribu memprediksi, TLKM akan sulit mempertahankan pencapaian pertumbuhan double digit tahun ini. “Tahun ini pendapatan TLKM hanya naik 2,2%,” ujarnya.

Namun, pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) TLKM kemungkinan masih mampu tumbuh 9,2% menjadi Rp 42,72 triliun. Pengembangan segmen data menjadi kunci kinerja TLKM ke depan.

TLKM juga akan menggarap bisnis konten dan mobile commerce dengan e-Bay. Chandra merekomendasikan TLKM untuk investasi jangka panjang menilik perkembangan bisnis data telekomunikasi belum mencapai puncak. “Hold dulu,” jelas Chandra. Harga saham TLKM ditutup di Rp 11.000 per saham, Kamis (28/3).

BBCASalah satu big caps dari sektor perbankan, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), hanya mampu mencetak pertumbuhan laba bersih 8,3% sepanjang 2012 menjadi Rp 11,7 triliun.

Laba bersih boleh single digit, namun BBCA membukukan kenaikan pendapatan bunga bersih (NII) 17,6% menjadi Rp 21,2 triliun. Sedangkan margin bunga bersih BBCA melandai dari 5,7% di 2011 menjadi Rp 5,6%. “Ini imbas dari penurunan bunga kredit sejak awal tahun,” ujar Jahja Setiaatmadja, Direktur Utama BCA.

Penyaluran kredit bank berkapitalisasi pasar Rp 271,2 triliun ini melampaui rata-rata industri, yaitu 27%, dari Rp 202,3 triliun pada 2011 menjadi Rp 256,8 triliun, tahun lalu.

Kredit konsumsi BCA melejit 37%, terutama lini kredit perumahan dan kendaraan bermotor. Pencapaian yang menarik di tengah pengetatan kredit konsumsi oleh BI.

Meski pertumbuhan laba bersih kalah ketimbang BBRI dan BMRI dari sisi persentase, pencapaian kinerja BBCA tahun lalu di mata analis masih sesuai ekspektasi. Namun, harga saham BBCA dinilai sudah cukup mahal saat ini. “Ruang kenaikan masih ada, namun sudah terbatas,” ujar Janson Nasrial, analis AM Capital.

Janson mencatat, price to earning ratio (PER) BBCA saat ini sudah berkisar 20 kali. Sedangkan PER sektor bank masih 15 kali. “Jika mau masuk, tunggu harganya koreksi dulu 2%–3%,” saran dia. Harga BBCA ditutup naik 3,64% ke level Rp 11.400, Rabu (28/3).

JSMR

Sang penguasa jalan tol ini mencetak kinerja kenaikan laba bersih 34%, tahun lalu, yaitu menjadi Rp 1,6 triliun, dari Rp 1,19 triliun pada 2011. Penyokongnya adalah pendapatan yang melejit 40% menembus Rp 9,07 triliun.

Direktur Keuangan Jasa Marga Reynaldi Hermansjah membeberkan, pundi-pundi terbesar tentu saja berasal dari jalan tol sebesar Rp 5,58 triliun. Disusul pendapatan konstruksi yang menembus Rp 3,34 triliun. “Sisanya, dari sewa lahan dan jasa operasi tol pihak lain sebesar Rp 143,4 miliar,” jelasnya.

Analis Bahana Securities Natalia Sutanto menilai, pencapaian kinerja JSMR tahun lalu sedikit di bawah ekspektasi akibat tingginya beban usaha. Per akhir 2012, beban usaha perseroan melejit 47%, dari Rp 4,15 triliun menjadi Rp 6,09 triliun.

Meski begitu, pamor JSMR dinilai masih berkilau ke depan. Maklumlah, bisnis jalan tol terbilang tahan banting. Lalu-lalang mobil semakin banyak danJSMR diuntungkan juga oleh kebijakan penyesuaian tarif tol dua kali dari inflasi.

Terlebih jika, ke depan JSMR banyak terlibat dalam proyek-proyek pemerintah. Pendapatan JSMR diperkirakan menembus Rp 6,97 triliun, tahun ini.

Sedangkan, laba bersih diprediksi mencapai Rp 2,18 triliun. “Rekomendasi saya beli JSMR denga target harga Rp 7.000 per saham,” ujar Natalia.Harga saham berkapitalisasi sekitar Rp 40 triliun ini ditutup naik 0,85% menjadi Rp 5.950 per saham, Kamis (28/3).

INCOProdusen nikel PT Vale Indonesia Tbk (INCO) tak mampu mengelak dari suramnya sektor pertambangan, beberapa tahun terakhir. Pendapatan emiten berkapitalisasi pasar Rp 24,09 triliun itu tergerus hingga 22% menjadi US$ 967 juta.

Imbasnya, laba bersih INCO terjun bebas hingga 80% menjadi US$ 67 juta. Ujung-ujungnya, rasio laba bersih Vale pun amblas dari 27% di tahun 2011 menjadi 7%, tahun 2012.

Tergerusnya pendapatan emiten ini akibat menurunnya harga rata-rata penjualan (ASP) sebesar 26%, yakni menjadi US$ 13.552 per ton. Buruknya harga komoditas di pasar global tak mampu diimbangi pertumbuhan volume produksi dan penjualan Vale. Tahun lalu, dua pos itu masih mampu tumbuh 6% dan 5%. Di saat yang sama, pendapatan Vale tergunting kenaikan beban pokok penjualan (COGS) sebesar 10%.

Namun, di mata Yualdo T. Yudoprawiro, analis Samuel Sekuritas, kinerja Vale masih memiliki harapan tahun ini. Jika tahun ini volume produksi Vale mencapai 77.600 ton dan ASP sebesar US$ 12.480 per ton, maka dia berpotensi mencetak pendapatan US$ 968 juta dengan EBITDA US$ 345 juta. Naik 70% dari EBITDA tahun lalu sebesar US$ 203 juta. Adapun laba bersih diperkirakan bisa mencapai US$ 143 juta.

Tahun ini, Vale menargetkan volume produksi 80.000 ton atau tumbuh 13% dibanding dengan tahun 2012. “Rekomendasi saya hold dengan target harga Rp 2.625 per saham, mencerminkan PER 19,8 kali tahun ini,” jelas Yualdo.

MAPIEmiten ritel ini menyebut tahun 2012 sebagai tahun mengesankan bagi mereka. Tidak berlebihan, mengingat PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) berhasil membukukan pendapatan Rp 7,59 triliun pada 2012. Angka itu tumbuh 30% dibandingkan dengan 2011, yang sebesar Rp 5,89 triliun. Alhasil, laba bersih emiten berkapitalisasi pasar Rp 13,86 triliun ini naik 20% dari Rp 360 miliar menjadi Rp 433 miliar, tahun 2012.

Perseroan ini, sebagaimana emiten ritel lain, diuntungkan oleh ketangguhan dayabeli masyarakat dan kebangkitan kelas konsumen baru negeri ini yang sangat gemar berbelanja.

Tak heran, MAPI agresif memperbanyak gerai. Sepanjang tahun lalu, MAPI telah membuka 335 gerai baru. “Tahun ini kami akan geber lebih dari 300 gerai anyar,” kata Fetty Kwartati, Sekretaris Perusahaan Mitra Adiperkasa. Per Februari, gerai MAPI mencapai 1.411 gerai di 52 kota.

Analis Trimegah Securities Ivan Chamdani menilai, MAPI adalah satu-satunya peritel yang eksposurnya sedikit terhadap risiko kanibalisme antar toko, menilik luasnya merek yang diperdagangkan di gerai mereka.

Pengelolaan mereka luas mulai dari department store seperti Sogo, Debenhams, dan Seibu. Lalu, segmen food and beverages dengan gerai Starbucks, Burger King, Chatterbox, Domino Pizza, dan seterusnya. Belum lagi merek-merek fesyen terkemuka lainnya, seperti DKNY, Zara, Lacoste, dan lain-lain.

MAPI yang spesialisasinya banyak di gerai untuk pebelanja  middle-up, juga cukup sensitif mengikuti perubahan selera fesyen konsumer. Perkiraan Ivan, pendapatan MAPI tahun ini, tumbuh 25,5% menembus Rp 9,3 triliun.

Dengan begitu, laba bersih MAPI bisa tumbuh 32,3% menjadi Rp 573 miliar. Ivan menargetkan harga MAPI Rp 8.700 per saham,  merefleksikan PER 25,6 kali. Tapi, Ivan menurunkan rekomendasinya jadi hold karena PER saat ini sudah 24 kali. Kamis (28/3) lalu, harga MAPI ditutup di Rp 9.100 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ruisa Khoiriyah