Musim Mas dan 3 Lembaga Lain Kucurkan Dana EUR 4,7 Juta untuk Program BIPOSC



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Musim Mas Group, bersama tiga lembaga lain, Livelihoods Fund for Family Farming (L3F), SNV Indonesia, dan ICRAF menggelontorkan dana sebesar EUR 4,7 Juta atau setara Rp 79 miliar untuk melakukan kerjasama dalam peningkatan kapasitas pekebun swadaya kelapa sawit melalui Program Biodiverse & Inclusive Palm Oil Supply Chain (BIPOSC), dengan pengaplikasian model perkebunan regeneratif.

Kolaborasi jangka panjang yang telah dimulai sejak tahun 2021 dan telah diimplementasikan pada pekebun swadaya di Labuhanbatu, Sumatera Utara ini bertujuan agar dapat menciptakan rantai pasok minyak kelapa sawit bebas deforestasi.

Country Director SNV di Indonesia, Rizki Pandu Permana mengatakan pendanaan program ini dikoordinasikan melalui L3F dalam sebuah konsorsium investasi yang akan melaksanakan BIPOSC dalam jangka waktu hingga 10 tahun.


Baca Juga: GAPKI Harapkan Penyederhanaan Regulasi di Era Pemerintahan Prabowo

"Jumlah pendanaannya ada sekitar 4,7 juta euro selama 6 tahun, dari mereka semua, yaitu dari 4 perusahaan (dalam konsorsium)," ungkap Rizki dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (17/10).

Dalam kesempatan yang sama, General Manager Project & Program Musim Mas Group, Rob Nicholls, mengatakan dari sisi Musim Mas dalam jangka waktu 6 tahun pertama pihaknya akan menggelontorkan dana lebih dari US$ 1 juta untuk program ini.

"Kita ada kontribusi, terakhir itu lebih dari US$ 1 juta kontribusi dan itu sampai 6 tahun. Kita akan lihat 4 tahun kemudian jika ada tambahan aktivitas, ya kita tambahan juga (dana)," ungkap Rob.

Dalam pelaksanaannya, BIPOSC mengadopsi praktik yang sudah distandarkan dan bersifat non-profit dengan target pekebun swadaya kelapa sawit yang bernaung di bawah Asosiasi Pekebun Swadaya Kelapa Sawit Labuhanbatu (APSKS LB), Sumatera Utara.

Baca Juga: Ekspor CPO Turun pada September 2024, GAPKI Beberkan Penyebabnya

“Bagi Musim Mas, pekebun swadaya merupakan kunci untuk masa depan industri kelapa sawit berkelanjutan. Kami telah memiliki program pemberdayaan pekebun swadaya terbesar di Indonesia yang dimulai sejak 2015. Namun kami percaya, bahwa kolaborasi dengan banyak pihak dapat memberikan dampak positif yang lebih luas,” tambah Rob.

Pendekatan yang dilakukan dalam program BIPOSC adalah melalui pelatihan Best Management Practices (BMP) perkebunan regeneratif seperti pengaplikasian bio input; penerapan teknik mulsa (penyusunan pelepah); penanaman cover crop; pengendalian hama terpadu; serta pengaplikasian pupuk kompos.

Hingga saat ini, sebanyak 1.097 pekebun swadaya telah mendapat pelatihan dan telah diterapkan di lahan perkebunan mereka dengan total luas 1.954,41 hektar. Sebanyak 25 fasilitator desa telah dipersiapkan untuk memberikan pendampingan kepada pekebun, serta tujuh plot demo telah didirikan sebagai lahan percontohan serta fasilitas pembelajaran untuk perkebunan regeneratif.

Baca Juga: Indonesia, Malaysia, Uni Eropa Susun Panduan Praktis Aturan EUDR untuk Petani Kecil

Dari sisi pekebun, Ketua APSKS LB, Syahrianto mengatakan salah satu dampak positif yang sudah dapat dinikmati para pekebun swadaya anggota APSKS LB adalah terbangunnya Composting Unit. Dengan harga yang lebih terjangkau, serta sistem bagi hasil yang diterapkan, telah mendorong para pekebun swadaya melakukan pemupukan dengan pupuk kompos.

"Saat ini, seluruh pekebun swadaya anggota ASPKS LB telah menggunakan pupuk kompos di kebun mereka,” ungkap Syahrianto.

Sebagai tambahan informasi, pada tahun 2023, pekebun swadaya mengelola sekitar 41% dari total area perkebunan kelapa sawit di Indonesia, yang mencakup 6,77 juta hektar. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga 60% pada tahun 2030. 

Selanjutnya: Dijadwalkan Mampir ke McDonald’s Saat Kampanye, Trump akan Goreng Kentang

Menarik Dibaca: Promo XXI di Allo Bank Oktober-Desember 2024, Popcorn Salt Cuma Rp 9.999

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi