Myanmar semakin mencekam, jumlah korban tewas menentang junta militer terus bertambah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setidaknya enam pengunjuk rasa tewas di tangan pasukan keamanan di Myanmar, saksi dan media melaporkan, ketika para aktivis menandai peringatan kematian seorang siswa pada hari Sabtu yang pembunuhannya pada tahun 1988 memicu pemberontakan melawan pemerintah militer.

Tiga orang tewas dan beberapa lainnya cedera ketika polisi melepaskan tembakan pada protes duduk di Mandalay, kota terbesar kedua Myanmar, dua saksi mengatakan kepada Reuters. Satu orang lagi tewas di pusat kota Pyay dan dua lainnya tewas dalam tembakan polisi di ibukota komersial Yangon semalam, media domestik melaporkan.

"Pasukan keamanan awalnya menghentikan ambulans untuk menjangkau orang-orang yang terluka dan baru mengizinkannya nanti," kata seorang pengunjuk rasa berusia 23 tahun di Pyay kepada Reuters, meminta untuk tidak disebutkan namanya karena takut akan pembalasan.


Baca Juga: Lagi, protes anti kudeta di Myanmar menewaskan dua aktivis pro demokrasi

"Pada saat mereka mengizinkannya, salah satu yang terluka menjadi kritis dan dia kemudian meninggal," tambahnya.

Kematian itu terjadi ketika para pemimpin Amerika Serikat, India, Australia dan Jepang bersumpah untuk bekerja sama memulihkan demokrasi di negara Asia Tenggara itu.

Lebih dari 70 orang telah tewas di Myanmar dalam protes yang meluas terhadap kudeta 1 Februari oleh militer, kata kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.

Protes hari Sabtu meletus setelah poster-poster menyebar di media sosial yang mendesak orang-orang untuk memperingati kematian Phone Maw, yang ditembak dan dibunuh oleh pasukan keamanan pada tahun 1988 di dalam tempat yang kemudian dikenal sebagai kampus Institut Teknologi Rangoon.

Selanjutnya: Tiga jam di ruang neraka, ini cerita mencekam pengunjuk rasa Myanmar

Editor: Handoyo .