KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emas menjadi instrumen investasi jawara dan paling tahan banting pada tahun ini. Status emas sebagai safe haven menyebabkan harga emas melambung di tengah tingginya ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. Merujuk Bloomberg, Kamis (24/12), harga emas spot berada di US$ 1.883,46 per ons troi. Harga emas ini turun 8,73%dari level tertinggi sepanjang masa US$ 2.063,54 yang tercatat pada 6 Agustus lalu. Tapi, harga emas ini sudah melesat 24,13% sejak awal tahun. Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf menuturkan, setidaknya terdapat tiga faktor utama yang mendorong kenaikan harga emas sepanjang tahun ini.
Pertama, meningkatnya permintaan
safe haven di tengah kekhawatiran penyebaran virus corona, yang membuat hampir seluruh negara menjalankan
lockdown sehingga membuat ekonomi global mengalami kontraksi tajam.
Kedua, dengan merosotnya perekonomian global, bank sentral di seluruh dunia menjalankan kebijakan moneter ekstra longgar, baik dengan program
quantitative easing, maupun pemangkasan suku bunga yang mendekati 0%. Bahkan beberapa di antaranya, membuka peluang bagi adanya
negative interest rate policy. Kebijakan tersebut mendorong emas sebagai investasi alternatif ketika aset yang berbasis bunga menjadi tidak menarik.
Baca Juga: IHSG sudah melesat 52,60% dari titik terendah 2020, ini prospek investasi saham 2021 Ketiga, kebijakan Federal Reserve (The Fed) yang
dovish dan banjir stimulus fiskal Amerika Serikat (AS). The Fed berkomitmen untuk menggunakan semua alat kebijakan untuk menopang ekonomi AS. The Fed juga memperkirakan bahwa suku bunga masih akan rendah setidaknya sampai tahun 2022. “Pemerintah AS juga telah menggelontorkan stimulus hingga $2,3 triliun, bahkan akan menambah stimulus baru senilai $892 miliar yang baru disahkan kongres AS minggu ini. Dengan adanya mega stimulus tersebut, maka pasokan dolar AS di pasar akan berlimpah, yang pada akhirnya bisa menekan dolar dan emas pun akan diuntungkan oleh pelemahan dolar tersebut,” kata Alwi kepada Kontan.co.id, Kamis (24/12).
Baca Juga: Harga emas hari ini di Pegadaian, Senin 28 Desember 2020 Setelah terus menguat dan menembus level US$ 2.000 per ons troi, emas cenderung berada dalam tren penurunan. Alwi menyebut hal ini disebabkan oleh meningkatnya optimisme pasar terhadap pemulihan ekonomi global seiring vaksin Covid-19 yang mulai didistribusikan. Bahkan, program vaksinasi sudah dilakukan di Inggris, AS dan Kanada, memberikan harapan bahwa krisis virus akan segera memudar. Dengan berakhirnya krisis virus ini, Alwi menilai pasar sudah mulai berharap roda ekonomi akan kembali berjalan lancar. Hal ini pun akhirnya meningkatkan sentimen
risk-on di pasar yang tercermin dari tiga indeks utama Wall Street mencetak
historical high. Kondisi tersebut membuat aset
safe haven, seperti emas ditinggalkan investor. Alwi memproyeksikan, tren sentimen
risk-on akan lebih mewarnai keadaan pasar pada tahun depan. Menurutnya, saat ini katalis positif untuk emas hanya datang dari adanya kebijakan stimulus yang meningkatkan prospek inflasi. Emas sebagai lindung nilai atas inflasi pun diuntungkan dengan keadaan ini. Hanya saja, jika program vaksinasi berhasil, kemudian ekonomi mulai bergerak normal, maka pemerintah dan bank sentral dunia kecil kemungkinan untuk menggenjot stimulus besar-besaran. Apalagi IMF juga memperkirakan ekonomi global akan tumbuh 5,2% pada tahun depan.
Baca Juga: Harga memanas jelang tutup tahun, simak prospek industri batubara pada 2021 “Kondisi ini kemungkinan akan menggerus permintaan
safe haven emas. Dengan optimisme pertumbuhan ekonomi, sentimen
risk-on kemungkinan akan mendominasi di tahun 2021. Hal ini membuat daya tarik emas sebagai
safe haven semakin berkurang,” lanjut Alwi. Dengan kemungkinan memudarnya
safe haven, Alwi memperkirakan emas kemungkinan akan bergerak pada kisaran $1.600 per ons troi untuk tahun depan. Dia pun merekomendasikan investor untuk menyusun portofolionya berupa 40% saham, 25% obligasi, 20% emas, dan 15% dolar AS untuk tahun depan.
Baca Juga: IHSG naik lebih dari 23% di kuartal keempat, simak saham pilihan untuk awal 2021 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati