KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah naik dalam sepekan terakhir. Keputusan OPEC+ memangkas produksi minyak menjadi penyebab utama kenaikan harga. Senin (10/10) pukul 12.00 WIB, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Desember 2022 turun 0,88% ke level US$ 97,06 per barel. Selama seminggu harga minyak Brent naik 8,48%. Sedangkan harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman November 2022 turun 0,85% ke US$ 91,85 per barel. Selama sepekan harga minyak WTI naik 11,81%.
Baca Juga: Harga Minyak Kembali Panas usai OPEC+ Pangkas Produksi Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin mengatakan lonjakan harga minyak dunia akibat meningkatnya permintaan minyak dan ekspektasi permintaan minyak di China pasca dibukanya kembali aktivitas bisnis pasca
lockdown. "Faktor yang membuat harga minyak naik karena permintaan global yang tinggi di tengah terbatasnya pasokan minyak global," ucap Nanang kepada Kontan.co.id, Senin (10/10). Nanang mengatakan kenaikan harga minyak dalam lima hari terakhir hanya bersifat sementara. Dukungan OPEC+ yang setuju untuk memangkas tingkat produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari membuat harga minyak menguat.
Baca Juga: Inflasi Oktober Melandai, Diperkirakan Cuma 0,01% "Di satu sisi kita melihat faktor teknikal menjadi cukup menarik ketika harga minyak menguat di level US$ 97, namun pada akhirnya terus dibenamkan di area US$ 76 menjadi level koreksi terdalam yang pada akhirnya memutuskan OPEC+ untuk memangkas produksi," kata Nanang. Dia memperkirakan harga minyak masih akan ada di bawah US$ 100 artinya zona US$ 95-US$ 97 per barel
. Pasar komoditas sedang menunggu rilis data inflasi Amerika Serikat yang akan diumumkan Kamis lusa. Penurunan inflasi bisa berdampak positif ke harga minyak. Penurunan inflasi akan turut melemahkan nilai tukar dolar AS sehingga harga minyak lebih murah bagi pembeli dalam mata uang lain.
Baca Juga: Harga Minyak Koreksi Tipis Setelah Melesat Belasan Persen Sepekan Lalu Nanang memperkirakan harga minyak masih rentan di area US$ 85-US$95 per barel. Selain itu dengan aktivitas di
high season permintaan minyak akan tetap tinggi.
Lockdown China yang kembali dibuka juga akan memberikan dampak penguatan bagi harga minyak. "Kalau harga minyak menembus US$ 100 berarti inflasi global masih akan tinggi. Secara tidak langsung kebijakan kembali menaikkan suku bunga akan menjadi efek negatif dan kemungkinan besar pasar akan kembali cermat melihat efektivitas kenaikan harga minyak," pungkas dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati