Najib Razak Tetap Dipenjara, Pengadilan Tolak Permohonan Tahanan Rumah



KONTAN.CO.ID - Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur pada Senin (22/12/2025) menolak permohonan mantan Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, untuk menjalani sisa masa hukumannya dalam bentuk tahanan rumah.

Dengan demikian, Najib tetap menjalani hukuman penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kajang, Selangor.

Najib Razak yang kini berusia 72 tahun mengajukan permohonan tersebut sebagai bagian dari upaya hukum yang telah berjalan sejak April 2024.


Namun, Majelis Hakim yang diketuai Hakim Alice Loke menegaskan bahwa permohonan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah menurut Konstitusi Federal Malaysia.

Baca Juga: Kasus Korupsi & Penipuan: Wilmar Milik Robert Kuok Dihantam Dua Putusan Berat

Addendum Kerajaan Tidak Sah

Dilansir dari Channel News Asia, Hakim Alice Loke menekankan bahwa Yang di-Pertuan Agong harus menjalankan kewenangan dan fungsinya sesuai dengan ketentuan Konstitusi Federal.

Menurutnya, kewenangan prerogatif dalam pemberian pengampunan juga tidak dikecualikan dari batasan hukum konstitusional.

Hakim menyatakan bahwa keberadaan perintah addendum kerajaan yang diklaim Najib memang tidak diperselisihkan.

Namun, dokumen tersebut tidak pernah dibahas, dipertimbangkan, atau diputuskan dalam Sidang Lembaga Pengampunan ke-61 pada Januari tahun lalu.

Hakim Loke menegaskan bahwa perintah addendum tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 42 Konstitusi Federal Malaysia, yang mengatur kewenangan raja dan penguasa negara bagian dalam memberikan pengampunan, penangguhan, atau keringanan hukuman.

"Perintah tersebut tidak sah. Para termohon tidak memiliki kewenangan maupun kewajiban untuk mematuhi atau menegakkannya. Sebaliknya, pemohon tidak memiliki hak untuk memperoleh perintah mandamus. Oleh karena itu, permohonan peninjauan yudisial ini ditolak,” ujar Hakim Loke.

Baca Juga: Profil Robert Kuok: Dari Penjual Gula, Jadi Penguasa Jaringan Hotel Shangri-La

Pengurangan Hukuman Tanpa Tahanan Rumah

Dalam sidang Lembaga Pengampunan tersebut, Hakim juga menjelaskan bahwa dewan telah memberikan nasihat terkait kemungkinan pengampunan penuh serta pengurangan hukuman penjara bagi Najib. Opsi tahanan rumah sama sekali tidak disebutkan.

Menurut pengadilan, Yang di-Pertuan Agong hanya mengambil satu keputusan dalam sidang tersebut, yakni mengurangi masa hukuman penjara dan jumlah denda yang dijatuhkan kepada Najib Razak.

Baca Juga: Profil Lengkap Lip-Bu Tan, CEO Intel dengan Kekayaan Miliaran Dolar

Vonis dan Pengurangan Hukuman Najib Razak

Najib Razak mulai menjalani hukuman penjara pada Agustus 2022 setelah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tinggi pada Juli 2020.

Ia terbukti melakukan tiga dakwaan pelanggaran kepercayaan kriminal, tiga dakwaan pencucian uang, serta satu dakwaan penyalahgunaan kekuasaan.

Kasus tersebut berkaitan dengan pemindahan dana sebesar RM42 juta dari SRC International ke rekening pribadi Najib pada 2014 dan 2015.

SRC International adalah anak perusahaan mantan 1Malaysia Development Berhad (1MDB) yang didirikan Najib pada 2009. Najib menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia dari 2009 hingga 2018.

Awalnya, Najib dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda RM210 juta. Mmenjelang turun tahta pada 30 Januari 2024, Yang di-Pertuan Agong saat itu, Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah, mengurangi hukuman tersebut menjadi enam tahun penjara dan denda RM50 juta. Keputusan itu diumumkan Lembaga Pengampunan pada 2 Februari 2024.

Baca Juga: 15 Orang Terkaya di Asia, Desember 2025: Mukesh Ambani Sampai Prajogo Pangestu

Memohon Tananan Rumah

Upaya Najib untuk mendapatkan tahanan rumah bermula pada April 2024, setelah keputusan pengurangan hukuman diumumkan.

Tim Najib bersikeras bahwa keputusan tersebut disertai dengan perintah addendum kerajaan yang mengizinkannya menjalani sisa hukuman di rumah.

Namun, perkara ini sempat ditolak oleh Pengadilan Tinggi pada Juli 2024. Putusan tersebut kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Banding pada Januari tahun ini melalui keputusan tipis 2-1.

Mahkamah Persekutuan Malaysia selaku pengadilan tertinggi selanjutnya menguatkan putusan Pengadilan Banding dan memerintahkan Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur untuk kembali mengadili perkara tersebut.

Baca Juga: Profil He Xiangjian: Kisah Sukses dari Industri Rumah Tangga Bersama Midea

Selanjutnya: Nike Kehilangan Taji di Pasar China, Apa Penyebab Utamanya?

Menarik Dibaca: 6 Ide Kado Natal Untuk Penggemar Buku, Kutu Buku Dijamin Suka

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News