Nakes Demo Tolak Pengesahan UU Kesehatan, Ini 5 Alasannya



PENOLAKAN PENGESAHAN UU KESEHATAN - Pada Selasa (11/7/2023), ratusan tenaga kesehatan (nakes) berunjuk rasa di depan gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat. Mereka menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI siang ini. 

Ratusan tenaga kesehatan ini tergabung dalam sejumlah organisasi profesi, seperti Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI). 

Mereka menilai, ada sederet masalah dalam proses penyusunan maupun substansi UU Kesehatan yang dibikin hanya dalam kurun 1 tahun. 


Berikut sejumlah masalahnya, dirangkum dari sejumlah pemberitaan, keterangan tertulis, dan orasi saat aksi unjuk rasa: 

1. Pembahasan tidak transparan dan partisipatif 

Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi mengungkit penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan yang tidak secara memadai memenuhi asas krusial pembuatan undang-undang, yaitu asas keterbukaan/transparan dan partisipatif. 

Anggapan ini pun disampaikan oleh puluhan lembaga termasuk PKJS UI, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) Fakultas Hukum UGM, hingga Indonesia Corruption Watch (ICW). 

Mereka juga menganggap pembahasan RUU tidak transparan. Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan yang diserahkan pemerintah kepada DPR RI baru diketahui publik pada Maret 2023, meski pembahasan dimulai sejak Agustus 2023. 

Baca Juga: Ketok Palu! RUU Kesehatan Sah Jadi Undang-Undang

2. Tak urgent 

IDI juga menilai bahwa perumusan RUU Kesehatan tidak jelas dan tidak mempunyai landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis, serta tidak mendesak. 

"Sembilan UU Kesehatan yang ada saat ini masih relevan digunakan dan tidak ditemukan adanya redundancy dan kontradiksi antar satu sama lain," kata Adib dalam keterangannya. 

IDI justru menilai, berbagai aturan baru dalam UU Kesehatan berpotensi mengganggu kestabilan sistem kesehatan. Mereka mengaku siap menggugat beleid ini ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Baca Juga: UU Kesehatan Disahkan, Penerbitan STR Berlaku Seumur Hidup

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie