Nama Sandiaga luput dalam dakwaan eks bos DGIK



JAKARTA. Nama Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih Sandiaga Salahudin Uno tidak tertera dalam dakwaan atas terdakwa Dudung Purwadi.

Eks Direktur Utama PT Duta Graha Indah yang kini bernama PT Nusa Konstruksi Enjinering Tbk (DGIK) menjalani sidang perdana untuk dua perkara proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) RS Udayana dan proyek pembangunan Wisma Atlet serta gedung serbaguna Provinsi Sumatera Selasa 2010-2011.

Asal tahu, nama Sandiaga sempat mencuat karena posisinya selaku komisaris PT DGI. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) banyak menguraikan kejanggalan yang dilakukan pengurus demi meraih proyek.


"Secara melawan hukum terdakwa (Dudung Purwadi) selaku dirut PT DGI tahun 2009-2010 melakukan kesepakatan dalam pengaturan proyek pembangunan rumah sakit khusus infeksi dan pariwisata RS Udayana dalam rangka memenangkan PT DGI," ucap jaksa Kresno Anto membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (31/7).

Kasus ini bermula dari pertemuan Dudung dengan Muhammad Nazarudin, mantan bendahara umum Partai Demokrat bersama sejumlah perusahaan konstruksi lain seperti PT Adhi Karya, PT Pembangunan Perumahan, PT Waskita Karya dan PT Nindya Karya. Dalam pertemuan di kantor Anugerah Grup ini, mereka membahas pengusahaan anggaran di DPR khususnya proyek konstruksi yang bisa didapat.

Pertemuan ini merupakan lanjutan dari perintah Dudung kepada manajer marketing PT dGI Mohammad El Idris agar mencari proyek lewat Nazarudin. Idris dan Nazarudin lantas menyepakati adanya sejumlah fee yang akan diberikan untuk pihak Nazarudin.

Setelah ada kepastian bahwa PT DGI akan mendapat proyek di RS Udayana, Idris dan Mindo Rosalina Manulang dari Anugerah Grup menyepakati pemberian fee oleh PT DGI sebanyak 15% dari nilai real cost kontrak proyek.

Sebelum lelang, PT DGI pun telah mendapat estimasi harga perkiraan sendiri (HPS) dari PT Arkitek Team Empat sehingga PT DGI bisa mengajukan nilai terendah.

Setelah dikerjakan dan telah dibayar Rp 100% oleh pejabat pembuat komitmen, ternyata pemeriksa ahli ITB menghitung proyek senilai Rp 41,22 miliar ini hanya selesai 67,03%. Mereka pun menghitung ada kerugian sebanyak Rp 7,84 miliar.

Begitupun pada proyek lanjutan tahun 2010. Proyek senilai Rp 81,1 milyar sesungguhnya hanya dikerjakan 57,49% sehingga merugikan negara Rp 18,12 miliar.

Selaku direktur PT DGI, Dudung juga disebut jaksa menemui Nazarudin demi mendapat proyek wisma atlet dan gedung serbaguna di Provinsi Sumatera Selatan. Dalam pertemuan itu Nazarudin menyebut PT DGI harus menyiapkan fee.

Tanggal 7 oktober 2011 terdakwa pun mengarahkan Idris agar memberi fee 15% pada Nazarudin dan mencadangkan 5% untuk Komite Pembangunan Wisma Atlet Palembang (KPWA) Provinsi Sumsel.

Alhasil, Rizal Abdullah sebagai ketua KPWA mendapat Rp 500 juta dari PT DGI dan pihak Nazarudin memperoleh Rp 4,68 miliar.

Jaksa juga menyebut melalui proyek wisma atlet ini PT DGI diperkaya Rp 42,72 miliar secara melawan hukum. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto