Nasabah GBI ajukan keberatan ke pengadilan



JAKARTA. Putusan Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan permohonan pailit terhadap PT Gold Bullion Indonesia (GBI) menuai protes dari nasabah.

Forum Nasabah Korban Investasi emas GBI mengajukan keberatan dan menolak putusan pailit yang dijatuhkan pada 29 April 2014 lalu. Koordinator Forum Perjuangan Nasabah (FPN) GBI Taufiq Kurniawan mengatakan, putusan pailit terhadap GBI itu merugikan nasabah. Bila GBI pailit, maka hak-hak nasabah tidak bisa lagi dikembalikan.

Upaya hukum untuk memidanakan Direktur Utama GBI MD Fadzli Bin Mohamed yang berkewarganegaraan Malaysia, dan Komisaris GBI Hessy Purwanti yang juga istri Fadzli ke Polda Metro Jaya, juga bakal kandas. "Putusan pailit GBI merugikan kami sebagai nasabah, dan sulit bagi kami menuntut GBI guna mengembalikan kerugian yang kami alami," ujar Taufiq saat menyampaikan surat keberatan nasabah ke PN Jakarta Pusat, Kamis (8/5). Surat tersebut ditujukan kepada Ketua PN Jakarta Pusat dan telah diterima panitra bernama Al Hafif Umar. Taufiq juga menilai sejauh ini, pihaknya tidak mengetahui aset apa yang dimiliki GBI. Padahal kalau pailit, harusnya aset yang dimiliki otomatis menjadi boedoel pailit.


Nasabah mencurigai ada pihak tertentu yang ingin mencari keuntungan dibalik permohonan pailit GBI. Soalnya, dengan dijatuhkan pailit terhadap GBI, maka otomatis nasabah terbatas dalam melakukan upaya hukum lain untuk mendesak bos GBI mengembalikan uang mereka. Taufiq bilang, selain mengajukan penolakan putusan pailit ke pengadilan, pihaknya juga tetap menghadiri rapat kreditur pada hari Selasa (13/5) nanti.

Di sana mereka juga akan mempertanyakan motif salah seorang nasabah membatalkan perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap GBI. Sementara dari pihak debitur yang diwakili Adi Priatomo mengatakan pihaknya rencananya akan mengajukan keberatan atas putusan pailit terhadap GBI.

Kendati begitu, ia belum membeberkan seperti apa bentuk dan langkah keberatan mereka menolak pailit itu. "Kami masih konsultasi dengan kuasa hukum kami dulu," elaknya. Adi yang menjabat sebagai Gold Stock Manager GBI mengaku, pihaknya tidak tahu upaya pembatalan perdamaian oleh salah seorang nasabah tersebut. Itulah sebabnya, ia bilang tidak ada perlawanan sama sekali dari GBI sampai akhirnya pailit.

Rapat kreditur

Salah seorang kurator GBI Reza Syafaat Rizal mengatakan, rapat kreditur tetap dilaksanakan di PN Jakarta Pusat dan kurator mengharapkan para nasabah atau kreditur menghadiri rapat tersebut.

Kurator tidak mempermasalah keberatan dari sebagian nasabah karena itu merupakan hak nasabah. Namun ia mengingatkan bahwa kurator memberikan batas waktu pengajuan pajak dan tagihan sampai Senin (26/5) mendatang. Persoalan ini bermula ketika, PN Jakarta Pusat memutuskan GBI dalam PKPU pada 10 Juni 2013. Dalam proses PKPU daftar piutang kreditur GBI yang diakui senilai Rp 99,9 miliar. Jumlah itu berasal dari tagihan 500 nasabah. GBI kemudian mengajukan proposal perdamaian yang disahkan pada tanggal 10 Juni 2013. Isinya proposal perdamaian itu adalah Direktur GBI Fadzli Bin Mohammed berjanji membayar utang semua nasabah sebelum 16 Juli 2013. Pembayaran tersebut meliputi Attoya, pembayaran Buy Back Option (BBO), komisi keagenan, dan utang pihak ketiga atau vendor. Namun pada Januari 2014 lalu, seorang nasabah bernama Arie Krismayanti mengajukan pembatalan perdamaian (homologasi) atas PKPU. Pasalnya, GBI ingkar janji. Tapi upaya membatalkan perdamaian itu kandas. Pada Selasa (18/2) majelis hakim yang diketuai oleh Dedi Fardiman menolak mempailitkan GBI. Majelis hakim beralasan Arie sebagai pemohon tidak dapat menunjukkan bukti-bukti keberadaan kreditur lain, seperti yang dicantumkan di berkas permohonan. Kemudian nasabah lainnya, Fahranaz Fauzia mengajukan pembatalan perdamaian karena GBI dinilai ingkar janji tidak membayar attoya buy back option (BBO) dan permohonan itu dikabulkan pengadilan. Ketua Majelis Hakim Iim Nurohim menyatakan GBI dalam pailit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan