Nasabah sulit mengakses suku bunga dasar kredit



JAKARTA. Mulai 1 November mendatang, perbankan wajib mengumumkan suku bunga dasar kredit (SBDK) alias prime lending rate. Tetapi, perbankan belum mulai berbenah.

Buktinya, petugas layanan nasabah (customer service) di sejumlah bank hanya bisa memberikan informasi suku bunga untuk masing-masing produk pinjaman. Sejatinya yang dibutuhkan oleh nasabah sebagai acuan adalah SBDK. Memang, ada informasi SBDK di media cetak. Tetapi, datanya terbatas untuk 20 bank besar saja.

Direktur Utama Bank Bukopin Glen Glenardi menjelaskan, besaran SBDK tiap bank tidak akan sama satu sama lain. Ini karena setiap bank memiliki struktur biaya yang berbeda-beda. Dengan aturan prime lending rate, BI berharap bank lebih transparan menentukan bunga kredit.


Glen sepakat dengan BI. "Jadi, simpulnya bukan pada suku bunga tetapi kualitas layanan perbankan kepada nasabah yang seharusnya lebih baik," ujarnya, Selasa (21/9). Menurutnya, prime lending rate akan mendorong bank berkompetisi memberikan pelayanan terbaik kepada nasabah. Jika tidak, nasabah akan lari ke bank lain.

Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) Iqbal Latanro mengatakan, kewajiban mengumumkan SBDK akan mengendalikan margin bank. Meskipun, setiap bank memiliki kebijakan tersendiri. "Pada dasarnya, tujuannya agar bank lebih efisien," ujar Iqbal kepada KONTAN.

Direktur Utama Bank CIMB Niaga Arwin Rasyid menambahkan, kewajiban mengumumkan SBDK ini tidak akan menjadi masalah bagi bank. "Sebenarnya, antara nasabah dan bank juga ada kesepakatan tersendiri. Misalnya, prime lending rate bank 12,5%, nasabah bisa menerima 11,5% atau 13,5% tergantung risiko nasabah," tegas Arwin.

Bunga kredit turun

Berdasarkan data BI, pada pekan kedua September 2010, SBDK rupiah perbankan dalam sepekan turun 7 basis poin (bsp). Penurunan ini didorong oleh penurunan SBDK rupiah pada kelompok bank swasta, kantor cabang bank asing (KCBA), dan campuran.

Kelompok bank swasta menurunkan SBDK paling banyak, yaitu 14 bsp dalam sepekan. Namun, kelompok Bank Pembangunan Daerah (BPD) justru menaikkan SBDK rupiah sebesar 1 bps. Sedangkan, di kelompok bank BUMN tidak ada perubahan. Per 21 September, rata-rata SBDK rupiah perbankan mencapai 12,26%. Angka ini turun 22 bsp dari posisi sepekan sebelumnya sebesar 12,48%.

Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto bilang, penurunan SBDK merupakan tanggapan bank terhadap permintaan pasar. "Hal ini akan menggairahkan dunia usaha," katanya.

Direktur Utama Bank Kesawan Gatot Siswoyo menambahkan, penurunan SBDK menunjukkan bank mampu meningkatkan efisiensi. "Bank yang bersangkutan juga ingin meningkatkan loan to deposit ratio (LDR)," imbuh Gatot. Ia mengaku, Bank Kesawan telah menurunkan SBDK rupiah sebesar 50 bsp.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test