Nasdem: Ada manipulasi dalam rekapitulasi suara



JAKARTA. Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah melaksanakan rekapitulasi suara pemilihan umum legislatif (pileg) 2014 secara nasional. Namun Partai Nasional Demokrat menilai proses rekapitulasi diwarnai manipulasi suara yang bisa menjadi kejahatan terstruktur.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Willy Aditya, menengarai adanya penolakan dari berbagai partai politik karena dugaan manipulasi suara yang menyebabkan parpol harus kehilangan kursi di parlemen.

Seperti di Pasaman, Sumatera Barat, Partai NasDem harus kehilangan 4 kursi, karena saat pelaksanaan pleno KPUD Pasaman Barat hanya melakukan rekapitulasi data, meminta tanda tangan saksi dan menyerahkan formulir DB saja.


Oleh sebab itu, Partai Nasdem tidak menandatangani berita acara sejak penghitungan di Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) sampai Pleno KPU Sumatera Barat.

Kecurangan lain yang dialami Partai NasDem juga terjadi di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Menurut ketua DPD Partai NsDem Karimun, Pristman Lalela, NasDem menolak hasil rekapitulasi suara karena ketidaksinkronan data perolehan suara saat proses penghitungan di tingkat panitia pemungutan suara dan panitia pemilihan kecamatan.

Selain itu NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa juga menolak hasil rekapitulasi dengan alasan yang sama.  Sementara itu, di Surabaya, Jawa Timur, delapan parpol juga menolak rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 di tingkat Kota Surabaya.

Partai NasDem, PKB, PDIP, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, PPP, dan Partai Hanura secara resmi menolak hasil perbaikan rekapitulasi penghitungan suara KPU Kota Surabaya karena ada indikasi praktik penggelembungan suara

Ketua DPC Partai Demokrat Kota Surabaya Dadik Risdaryanto mengatakan, indikasi penggelembungan suara sangat kuat, terstruktur dan dilakukan secara masif. “Akibatnya adalah sejumlah partai yang diuntungkan, dan ada pula yang partai dirugikan karena perolehan suara ketika dikonversi dengan suara kursi tidak signifikan,” ujar Dadik.

 “Manipulasi suara yang terjadi di sejumlah daerah merupakan upaya sistematis, masif dan terstruktur. Ini membuktikan juga bahwa penyelenggara pemilu tidak mampu dalam melaksanakan tugasnya. Ini bukan lagi merupakan kesalahan teknis penghitungan suara, tapi sudah merupakan kejahatan pemilu,” paparnya.

Willy menyarankan, seharusnya sistem penyimpanan data KPU harus diperbaiki baik pusat maupun daerah, serta terintegrasi. Selain itu KPU juga semestinya  lebih kooperatif dan terbuka jika ada parpol yang menyatakan keberatan. Semua keberatan parpol dicatat untuk kemudian diselesaikan. "Ini yang ada justru KPU seperti membiarkan ini terjadi,” pungkas Willy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri