JAKARTA. Menjelang hari buruh sedunia 1 Mei, nasib buruh perempuan di Indonesia masih buram. Tindakan diskriminasi upah dan fasilitas, pelecehan seksual, hingga pemaksaan cara berpakaian masih menjadi cerita sehari-hari. Buruh perempuan lebih menderita dibanding buruh laki-laki karena banyak perusahaan di Indonesia masih memegang kebijakan, buruh perempuan hanyalah pembantu pencari nafkah dalam keluarga. Bukan penanggung jawab nafkah keluarga. Akibatnya banyak buruh perempuan tak mendapatkan tunjangan keluarga dan tunjangan kesehatan yang juga menempatkan anggota keluarga si buruh sebagai tertanggung. Karena dianggap bukan tulang punggung ekonomi keluarga, buruh perempuan tidak diberikan fasilitas yang dibutuhkan seperti para buruh laki-laki. Kondisi ini masih banyak ditemui di kawasan industri terkemuka di Jakarta seperti Kawan Berikat Nusantara Cakung maupun Kawasan Industri Pulogadung.
Nasib buruh perempuan lebih mengenaskan
JAKARTA. Menjelang hari buruh sedunia 1 Mei, nasib buruh perempuan di Indonesia masih buram. Tindakan diskriminasi upah dan fasilitas, pelecehan seksual, hingga pemaksaan cara berpakaian masih menjadi cerita sehari-hari. Buruh perempuan lebih menderita dibanding buruh laki-laki karena banyak perusahaan di Indonesia masih memegang kebijakan, buruh perempuan hanyalah pembantu pencari nafkah dalam keluarga. Bukan penanggung jawab nafkah keluarga. Akibatnya banyak buruh perempuan tak mendapatkan tunjangan keluarga dan tunjangan kesehatan yang juga menempatkan anggota keluarga si buruh sebagai tertanggung. Karena dianggap bukan tulang punggung ekonomi keluarga, buruh perempuan tidak diberikan fasilitas yang dibutuhkan seperti para buruh laki-laki. Kondisi ini masih banyak ditemui di kawasan industri terkemuka di Jakarta seperti Kawan Berikat Nusantara Cakung maupun Kawasan Industri Pulogadung.