KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam pidatonya pada Rapat Paripurna DPR RI Ke-1 Tahun Sidang 2025/2026 dan Penyampaian RAPBN Tahun Anggaran 2026, Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya alam untuk kepentingan rakyat, salah satunya adalah melalui perluasan hilirisasi. "Hilirisasi akan kita perluas, lapangan kerja mudah kita ciptakan, nilai tambah kita maksimalkan," ungkap Prabowo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (15/8/2025). Pada masa kepemimpinanya, sektor hilirisasi, termasuk hilirisasi mineral dan batubara (minerba), memang mendapatkan cukup sorotan. Terbukti dari dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional pada 3 Januari 2025, melalui Keputusan Presiden (Keppres) nomor 1 tahun 2025. Prabowo menunjuk sejumlah menteri untuk mengisi Satgas ini. Namun untuk jabatan Ketua, dipegang langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Dalam perkembangannya, Bahlil menyerahkan 18 proyek hilirisasi yang telah melalui proses studi awal atau pra feasibility study kepada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara. "Agenda hilirisasi sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam keputusan presiden, kami ada sekitar 18 proyek yang sudah siap pra FS. Dengan total investasi sebesar US$ 38,63 miliar, atau setara dengan Rp 618,3 triliun. Ini di luar ekosistem baterai mobil (EV)," ungkap Bahlil dalam agenda penyerahan, di Kantor ESDM, Selasa (22/07/2025). Baca Juga: Kelanjutan Hilirisasi Minerba, DPR: Percepatan Tata Kelola & Penerapan Energi Bersih Bahlil menambahkan, proyek-proyek tersebut, telah melewati kajian panjang, diskusi, dan mendalam antar tim ahli. Yang juga melibatkan akademisi, pemangku kepentingan, pengusaha, ahli teknologi dan tim satgas hilirisasi sendiri. Dari total 18 proyek yang diserahkan, 12 di antaranya masuk dalam sektor energi. Lebih khusus, 8 di antaranya masuk dalam sub sektor minerba, yang memiliki total invesitasi sebesar Rp 322,44 triliun. 1. Industri Smelter Aluminium (Bauksit) 2. Industri DME (batu bara) di 6 lokasi 3. Industri Aspal (Aspal Buton) 4. Industri Mangan Sulfat (Mangan) 5. Industri Stainless Steel Slab (Nikel) 6. Industri Copper Rod, Wire & Tube (Katoda Tembaga) 7. Industri Besi Baja (Pasir Besi) 8. Industri Chemical Grade Alumina (Bauksit) Terkait target hilirisasi minerba ini, menurut Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia kewajiban untuk melakukan peningkatan nilai tambah melalui pengolahan/pemurnian dalam negeri (hilirisasi) sudah dilaksanakan dan berjalan baik. Hendra menambahkan, perkembangan ppelaksanaan kewajiban hilirisasi terlihat dari telah menghasilkannya produk hasil pengolahan/pemurnian berupa barang setengah jadi yang selanjutkan menjadi bahan baku bagi industri hilir. "Menurut kami pada penambang, sudah dilaksanakan dan berjalan baik. Terlihat pelaksanaan kewajiban tersebut menghasilkan produk hasil pengolahan berupa intermediate product," ungkap Hendra saat dihubungi, Sabtu (16/08/2025). Meski begitu, Hendra bilang, keberhasilan hilirisasi sektor minerba juga harus sejalan dengan kesiapan penyerapan di industri hilir. Baca Juga: Penambahan Golongan Prioritas dalam UU Minerba Buka Potensi Perlambatan Hilirisasi "Pengembangan industri hilir yang akan menyerap produk hasil penghiliran dari perusahaan tambang tentu merupakan tanggung jawab bersama yang terus sedang dikembangkan," tambahnya. Hilirisasi Batubara untuk Menekan Impor LPG Adapun jika melihat target hilirisasi minerba yang diberakan Bahlil kepada Danantara, sektor mineral yang dibidik paling banyak memiliki proyek hilirisasi adalah batubara, diikuti nikel, bauksit dan tembaga. Target hilirisasi batubara aslinya sudah lama digaungkan, bahkan sejak masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Presiden Jokowi bahkan sempat melakukan peletakan batu pertama atau groundbreaking proyek hilirisasi batubara menjadi DME sebagai substitusi LPG, yang terletak di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) pada tahun 2022 lalu. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Gita Mahyarani mengatakan target hilirisasi batubara tetap berjalan namun dengan beberapa catatan. "Ada kendala keekonomisan, ini masih menjadi tantangan utama. pengembangan produk hilir lain seperti batubara upgrade atau bahan bakar alternatif terus dikaji, namun, keekonomisan proyek hilirisasi sekali lagi masih menjadi kendala besar," ungkap dia.
Nasib Hilirisasi Minerba di Tengah Target Swasembada Energi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam pidatonya pada Rapat Paripurna DPR RI Ke-1 Tahun Sidang 2025/2026 dan Penyampaian RAPBN Tahun Anggaran 2026, Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya alam untuk kepentingan rakyat, salah satunya adalah melalui perluasan hilirisasi. "Hilirisasi akan kita perluas, lapangan kerja mudah kita ciptakan, nilai tambah kita maksimalkan," ungkap Prabowo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (15/8/2025). Pada masa kepemimpinanya, sektor hilirisasi, termasuk hilirisasi mineral dan batubara (minerba), memang mendapatkan cukup sorotan. Terbukti dari dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional pada 3 Januari 2025, melalui Keputusan Presiden (Keppres) nomor 1 tahun 2025. Prabowo menunjuk sejumlah menteri untuk mengisi Satgas ini. Namun untuk jabatan Ketua, dipegang langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Dalam perkembangannya, Bahlil menyerahkan 18 proyek hilirisasi yang telah melalui proses studi awal atau pra feasibility study kepada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara. "Agenda hilirisasi sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam keputusan presiden, kami ada sekitar 18 proyek yang sudah siap pra FS. Dengan total investasi sebesar US$ 38,63 miliar, atau setara dengan Rp 618,3 triliun. Ini di luar ekosistem baterai mobil (EV)," ungkap Bahlil dalam agenda penyerahan, di Kantor ESDM, Selasa (22/07/2025). Baca Juga: Kelanjutan Hilirisasi Minerba, DPR: Percepatan Tata Kelola & Penerapan Energi Bersih Bahlil menambahkan, proyek-proyek tersebut, telah melewati kajian panjang, diskusi, dan mendalam antar tim ahli. Yang juga melibatkan akademisi, pemangku kepentingan, pengusaha, ahli teknologi dan tim satgas hilirisasi sendiri. Dari total 18 proyek yang diserahkan, 12 di antaranya masuk dalam sektor energi. Lebih khusus, 8 di antaranya masuk dalam sub sektor minerba, yang memiliki total invesitasi sebesar Rp 322,44 triliun. 1. Industri Smelter Aluminium (Bauksit) 2. Industri DME (batu bara) di 6 lokasi 3. Industri Aspal (Aspal Buton) 4. Industri Mangan Sulfat (Mangan) 5. Industri Stainless Steel Slab (Nikel) 6. Industri Copper Rod, Wire & Tube (Katoda Tembaga) 7. Industri Besi Baja (Pasir Besi) 8. Industri Chemical Grade Alumina (Bauksit) Terkait target hilirisasi minerba ini, menurut Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia kewajiban untuk melakukan peningkatan nilai tambah melalui pengolahan/pemurnian dalam negeri (hilirisasi) sudah dilaksanakan dan berjalan baik. Hendra menambahkan, perkembangan ppelaksanaan kewajiban hilirisasi terlihat dari telah menghasilkannya produk hasil pengolahan/pemurnian berupa barang setengah jadi yang selanjutkan menjadi bahan baku bagi industri hilir. "Menurut kami pada penambang, sudah dilaksanakan dan berjalan baik. Terlihat pelaksanaan kewajiban tersebut menghasilkan produk hasil pengolahan berupa intermediate product," ungkap Hendra saat dihubungi, Sabtu (16/08/2025). Meski begitu, Hendra bilang, keberhasilan hilirisasi sektor minerba juga harus sejalan dengan kesiapan penyerapan di industri hilir. Baca Juga: Penambahan Golongan Prioritas dalam UU Minerba Buka Potensi Perlambatan Hilirisasi "Pengembangan industri hilir yang akan menyerap produk hasil penghiliran dari perusahaan tambang tentu merupakan tanggung jawab bersama yang terus sedang dikembangkan," tambahnya. Hilirisasi Batubara untuk Menekan Impor LPG Adapun jika melihat target hilirisasi minerba yang diberakan Bahlil kepada Danantara, sektor mineral yang dibidik paling banyak memiliki proyek hilirisasi adalah batubara, diikuti nikel, bauksit dan tembaga. Target hilirisasi batubara aslinya sudah lama digaungkan, bahkan sejak masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Presiden Jokowi bahkan sempat melakukan peletakan batu pertama atau groundbreaking proyek hilirisasi batubara menjadi DME sebagai substitusi LPG, yang terletak di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) pada tahun 2022 lalu. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Gita Mahyarani mengatakan target hilirisasi batubara tetap berjalan namun dengan beberapa catatan. "Ada kendala keekonomisan, ini masih menjadi tantangan utama. pengembangan produk hilir lain seperti batubara upgrade atau bahan bakar alternatif terus dikaji, namun, keekonomisan proyek hilirisasi sekali lagi masih menjadi kendala besar," ungkap dia.
TAG: