Nasib Merpati akan terbang ke mana?



JAKARTA. Dua setengah bulan lagi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono usai. Namun, permasalahan Merpati masih seperti benang kusut yang belum juga terurai. 

Saat dikonfirmasi mengenai upaya penyelamatan Merpati oleh pemerintahan yang berumur tinggal 2,5 bulan ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan, negara lebih merugi jika Merpati ditutup. 

"Saat ini, Merpati itu utangnya Rp 6 triliun lebih. Katanya lebih rugi kalau ditutup. Filosofisnya, bagi saya, mana yang paling sedikit ruginya. Tapi saya belum bisa memastikan secara teknis, karena permasalahan Merpati tidak semudah yang diberitakan," katanya kepada wartawan dalam obrolan santai seusai open house di kediamannya, Menteng, Jakarta, Senin (28/7). 


Dari sejumlah opsi restrukturisasi Merpati, manajemen dan Kementerian BUMN mengusulkan adanya konversi utang menjadi saham pemerintah (debt to equity swap) untuk maskapai pelat merah itu. 

Tetapi, CT memandang permasalahan Merpati bukan hanya soal krisis keuangan. "Kalau perusahaan itu (utangnya) dikonversi tapi (tetap) tidak selamat, ngapain?" imbuhnya. 

Berdasarkan diskusinya dengan rekan-rekannya di Komite Ekonomi Nasional (KEN), CT menyadari bahwa bisnis maskapai adalah salah satu bisnis yang "ketat" kompetisinya. Dalam kondisi demikian, sangat sulit bagi pemerintah untuk mengelola sendiri sebuah maskapai. 

"Tidak bisa usaha penerbangan di-running (dikelola) pemerintah. Sedikit saja tidak efisien, bisa lost (pailit)," kata CT. 

Bahkan, sambungnya, perusahaan maskapai swasta pun banyak yang kolaps di tengah persaingan load factor dan efisiensi bahan bakar.

Sekadar informasi, preseden terakhir yang menimpa maskapai swasta dialami oleh Mandala Airlines. "(Tapi) Aneh juga, negara besar tapi tidak punya flag carrier. Jadi, memang dibutuhkan orang yang mau berkorban untuk membangun flag carrier," tukasnya. (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia