JAKARTA. Keberlangsungan bisnis PT Merpati Nusantara Airlines akan ditentukan dalam tiga bulan mendatang. Perusahaan ini akan terus berjalan bila mampu menjalankan penerbangan perintis dalam periode tersebut. Pembatasan periode tersebut merupakan bagian dari perjanjian penyehatan Merpati antara pihak manajemen, pemerintah, dan DPR. Itu juga menjadi salah satu faktor, diberikannya izin dari DPR untuk mendapatkan penerusan pinjaman atau subsidiary loan agreement (SLA) senilai US$ 232 juta. "Kami berjanji akan menjalankan bisnis dengan baik dalam tiga bulan ke depan," kata Direktur Utama Merpati Sardjono Johny Tjitrokusumo, usai rapat dengan Badan Anggaran DPR, Senin (23/8). Ukuran keberhasilan tersebut adalah, bisa menyediakan jasa penerbangan perintis di Papua. Tak hanya itu, Merpati juga harus bisa mendapatkan laba. "Itu bukan sekadar upaya untuk melobi pemerintah dan DPR, tapi komitmen yang sudah menjadi tanggungjawab kami," terang Sardjono. Bila target tersebut tercapai, Merpati tentu akan disehatkan. Salah satu upayanya dengan penyertaan modal negara. Namun, bila gagal, tidak menutup kemungkinan, Merpati bakal ditutup. Sebab, sumber Kontan di DPR bilang, nilai aset Merpati jauh lebih kecil dari utangnya. "Asetnya hanya sekitar Rp 900 miliar, tapi utangnya mencapai Rp 5 triliun," kata sumber yang enggan disebut namanya tersebut. Sayangnya, Sardjono enggan menjelaskan soal aset dan utang tersebut. Tapi, ia optimis, nasib Merpati akan terus berlanjut. Sebab, mulai Juli kemarin, sudah mampu meraup laba operasional Rp 21,4 miliar. "Padahal, bulan-bulan sebelumnya, selalu merugi sekitar Rp 18 miliar," kata Sardjono. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Nasib Merpati ditentukan dalam 3 bulan
JAKARTA. Keberlangsungan bisnis PT Merpati Nusantara Airlines akan ditentukan dalam tiga bulan mendatang. Perusahaan ini akan terus berjalan bila mampu menjalankan penerbangan perintis dalam periode tersebut. Pembatasan periode tersebut merupakan bagian dari perjanjian penyehatan Merpati antara pihak manajemen, pemerintah, dan DPR. Itu juga menjadi salah satu faktor, diberikannya izin dari DPR untuk mendapatkan penerusan pinjaman atau subsidiary loan agreement (SLA) senilai US$ 232 juta. "Kami berjanji akan menjalankan bisnis dengan baik dalam tiga bulan ke depan," kata Direktur Utama Merpati Sardjono Johny Tjitrokusumo, usai rapat dengan Badan Anggaran DPR, Senin (23/8). Ukuran keberhasilan tersebut adalah, bisa menyediakan jasa penerbangan perintis di Papua. Tak hanya itu, Merpati juga harus bisa mendapatkan laba. "Itu bukan sekadar upaya untuk melobi pemerintah dan DPR, tapi komitmen yang sudah menjadi tanggungjawab kami," terang Sardjono. Bila target tersebut tercapai, Merpati tentu akan disehatkan. Salah satu upayanya dengan penyertaan modal negara. Namun, bila gagal, tidak menutup kemungkinan, Merpati bakal ditutup. Sebab, sumber Kontan di DPR bilang, nilai aset Merpati jauh lebih kecil dari utangnya. "Asetnya hanya sekitar Rp 900 miliar, tapi utangnya mencapai Rp 5 triliun," kata sumber yang enggan disebut namanya tersebut. Sayangnya, Sardjono enggan menjelaskan soal aset dan utang tersebut. Tapi, ia optimis, nasib Merpati akan terus berlanjut. Sebab, mulai Juli kemarin, sudah mampu meraup laba operasional Rp 21,4 miliar. "Padahal, bulan-bulan sebelumnya, selalu merugi sekitar Rp 18 miliar," kata Sardjono. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News