Nasib Mitra Swasta terkatung-katung dalam mendukung poros maritim



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Poros maritim dan tol laut adalah kata-kata yang terkandung dalam nawacita Presiden Joko Widodo di awal menjabat sebagai Presiden pada 2014 lalu. 

Namun, ada satu pembangunan pelabuhan penopang poros maritim yang saat ini terhenti lantaran kisruh internal pengelola dan luput dari mata kita, yaitu dermaga Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara. Kondisi ini dinilai menjadi lubang di lambung yang mampu mengaramkan bahtera ambisius poros maritim.

PT Karya Citra Nusantara (KCN) merupakan usaha patungan antara sebuahn BUMN bernama Kawasan Berikat Nusantara atau KBN (komposisi saham sebesar 15%) dan Karya Teknik Utama atau KTU (komposisi saham 85%). 


KTU telah memenangkan tender pengembangan kawasan Marunda yang digelar KBN pada 2004 silam. Setahun kemudian pasca tender, KTU dan KBN bersepakat membentuk usaha patungan dengan restu pemilik saham BUMN dan Gubernur DKI Jakarta.

Masalah muncul setelah pergantian direksi pada November 2012. Posisi Direktur Utama beralih dari Rahardjo ke Sattar Taba. KBN meminta revisi komposisi saham pada Desember 2012 menjadi 50:50. Namun KBN tak mampu menyetor modal sesuai apa yang diinginkannya hingga batas waktu yang ditentukan oleh KTU selama kurang lebih 15 bulan.

Belakangan diketahui, ternyata dalam memenuhi keinginan BUMN tersebut untuk meningkatkan saham di KCN, mereka tidak melalui prosedur sebagaimana mestinya. KBN bahkan bersurat kepada KTU untuk meminta kembali kepada komposisi saham awal, akibat tidak mendapatkan restu dari Kementerian BUMN selaku pemegang saham. Tak hanya itu, Dewan Komisaris KBN pun tidak menyetujui rencana tersebut yang menghasilkan kembalinya komposisi saham, yaitu KBN sebesar 15?n KTU 85%.

Secara hukum, KCN ditunjuk sebagai Badan Usaha Pelabuhan Terminal Umum melalui Surat Keputusan Menteri Perhubungan. Keputusan tersebut melegitimasi KCN untuk melakukan konsesi kegiatan jasa kepelabuhan di terminal KCN di Marunda. ]

Bahkan, Kementerian Perhubungan juga menobatkan BUP KCN sebagai pilot project (percontohan) pelabuhan non-APBN/APBD yang merupakan supporting Pelabuhan Tanjung Priok dan telah terintegrasi.

KCN juga mendapatkan informasi bahwa Presiden Jokowi dijadwalkan hadir di pelabuhan Marunda untuk menandatangani Prasasti dan Groundbreaking Pier II & Pier III BUP KCN pada tanggal 25 Februari 2017 silam.

Namun, harapan tersebut itu dihempaskan keras-keras ke bumi saat KBN yang seharusnya mendukung program yang termasuk dalam nawacita, malah mengirimkan surat dengan data yang tidak valid. 

KBN meminta Presiden membatalkan kehadirannya, dengan mengakui kondisi saham KBN di KCN masih 50%. Setelahnya, KBN juga mengirimkan surat penghentian pembangunan pelabuhan marunda kepada KCN.

Juniver Girsang, kuasa hukum KCN mengaku bingung mengapa investasi para mitra yang mendukung program pemerintah membangun infrastruktur tanpa APBN dan APBD malah diganggu dan dipersulit.

"Saya lihat permasalahan ini sudah sangat memalukan, bisa mengakibatkan investor kabur dari Indonesia. Kita harus mengambil sikap dan menyampaikannya kepada pemerintah. Investor harus dilindungi, dan harus diberi kepastian hukum," kata Juniver Girsang, dalam keterangan pers, Selasa (26/2).

Tak berhenti sampai di situ, KBN juga mengajukan gugatan perdata ke pengadilan, dengan tergugatnya adalah KCN dan Kementerian Perhubungan. Sebuah Badan Usaha Milik Negara menggugat Lembaga Kementrian Perhubungan sebagai regulator. 

Pengadilan Tinggi menguatkan Putusan Pengadilan Negeri yang mengabulkan KCN dan Kemenhub didenda 773 Milyar secara tanggung renteng. Tak hanya itu, pelabuhan yang telah dibangun oleh investor tanpa uang negara menjadi seluruhnya milik KBN.

“Ini adalah fenomena luar biasa dimana investor yang menanam investasi lantas kehilangan seluruh investasinya, maka kami ajukan Kasasi. Hal ini preseden buruk bagi investor dan Presiden Jokowi harus bersikap karena ini merupakan unggulannya dalam Nawacita,” tukas Juniver.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .