KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kertas Leces (persero) termasuk perusahaan BUMN yang sekarat lantaran telah lama berhenti beroperasi. PT Limeda Internasional pun berniat membeli perusahaan kertas tertua kedua di Indonesia ini. Pada 25 April 2018, Limeda mengirim surat ketertarikannya membeli aset-aset Kertas Leces berupa pabrik kertas yang berada di Probolinggo, Jawa Timur. Hal ini sebagai tindak lanjut dari pertemuan antara Limeda, Kertas Leces PT PPA (Persero), dan perwakilan Kementerian BUMN pada 17 April 2018, dan 24 April 2018 di Gedung Sampoerna Strategic Square "Sehubungan dengan hal tersebut apabila diperkenankan kami bermaksud untuk mengakuisisi pabrik kertas milik PT KL berikut seluruh asetnya dengan pembelian langsung senilai Rp 1 triliun," kata Project Director Limeda International Agus Widodo dalam suratnya kepada Plt Direktur Utama Kertas Leces Syarif Hidayat tertanggal 25 April 2018.
Meski demikian, dalam surat yang didapatkan KONTAN tersebut ditentukan bahwa pembayaran akan dilaksanakan dalam tiga tahap. Pertama sebesar 30% dibayarkan satu bulan setelah adanya kesepakatan, kedua 30% dibayar dua bulan setelah kesepakatan, dan terakhir sebesar 40% dibayar tiga bulan setelah kesepakatan. Pun di akhir surat, Agus menyatakan bahwa untuk biaya tersebut, Limeda akan mendapat dana dari investor dalam dan luar negeri. "Sebagai bukti keseriusan kami, kami lampirkan bukti ketersediaan dana (proof of fund) di BNI sebesar EUR 800 juta," tulis Agus di akhir surat. Gayung bersambut, 27 April 2017 Agus dan Syarif menandatangani nota kesepakatan transaksi jual beli Kertas Leces. Hanya saja dalam nota kesepakatan tersebut masih butuh hal-hal seperti data-data aset yang dimiliki Kertas Leces, termasuk appraisal atas nilainya. Untuk menginformasikan hal ini, Kontan.co.id mencoba menghubungi Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMB Aloysius K. Rom Meski demikian ia tak merespon panggilan KONTAN, maupun pesan pendek yang dikirim. Upaya menjual Kertas Leces sendiri memang jadi opsi rasional sebab, sejak 2014 lalu Kertas Leces memang telah masuk proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Surabaya. Terakhir, 15 Maret 2018 lalu, 15 karyawan Kerta Leces memohonkan pembatalan homologasi (kesepakatan perdamaian) yang disepakati pada 2015 lalu. Alasannya, Kertas Leces belum sekalipun memenuhi isi proposal perdamaian untuk membayar tagihannya ke karyawan tersebut. Dalan jawaban kuasa hukum Kertas Leces Yohannes Hery Susanto dari kantor hukum Yohannes Hery Susanto & partners dalam persidangan tak menampik bahwa memang belum ada pembayaran kepada pemohon pembatalan homologasi. Meski demikian, Yohannes dalam berkas jawaban permohonan pembatalan homologasi yang diterima Kontan, justru mengajukan untuk merevisi proposal perdamaian tersebut, khususnya untuk melunasi tagihan pemohon pembatalan homologasi. "Bahwa para pemohon pembatalan homologasi mendasarkan atas haknya sebesar Rp 2,118 miliar akan dibayar selama 10 tahun, dimana semula adalah 12 tahun, semenjak revisi dilakukan," tulis Yohanes dalam berkas jawabannya. Alasannya, soal adanya investor tersebut yang diprediksi dapat membantu Kertas Leces melunasi tagihannya kepada kreditur. "Saat ini termohon sedang dalam tahap penjajakan dengan salah satu investor yang telah menyatakan minatnya melakukan investasi terhadap kegiatan bisnis termohon. Ditambah termohon juga telah mendapatkan dana cadangan sebesar 8,4% untuk melakukan pemberesan kepada para kreditur," sambung Yohanes.
Sementara itu, kuasa hukum pemohon pembatalan homologasi Eko Novriansyah dari ENP Kantor Hukum mengatakan belum mengetahui kejelasan lebih lanjut soal investor yang disebut-sebut ini. "Iya katanya ada investor, tapi kita belum tahu realisasinya, benar atau tidak," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (22/5). Dalam PKPU, Kertas Leces memiliki total tagihan senilai Rp 2,124 triliun atas 431 kreditur. Dengan rincian tagihan preferen (prioritas) senilai Rp 747,861 miliar, separatis (dengan jaminan) senilai Rp 1,154 triliun, dan konkuren (tanpa jaminan) senilai Rp 222,735 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto