Nasib Pembubidaya Lobster Tradisional Terancam Jika Kran Ekspor Benur Dibuka



KONTAN.CO.ID-JAKARTA- Pemerintah berencana membuka kembali ekspor benih lobster (benur). Rencana itu disebutkan Menteri Kelautan Dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Untuk mewujudkan hal tersebut, KKP menggandeng pemerintah Vietnam. 

Pengamat Maritim Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa mengkhawatirkan nasib para pembudidaya benih lobster tradisional jika kran ekspor benur benar-benar dibuka.

"Ekspor benur tidak Perlu dilakukan karena akan merugikan pihak Indonesia," ujar Capt. Marcellus Hakeng saat dihubungi kontan.co.id, Minggu (14/1). 


Baca Juga: KKP Beri Sinyal Buka Lagi Keran Ekspor Benih Lobster Lagi ke Vietnam

Menurutnya, di era menteri kelautan dan perikanan Kabinet Kerja Susi Pudjiastuti, ekspor benur dilarang. 

Diketahui, Susi menolak ekspor komoditas ini karena tidak rela bila kekayaan alam Indonesia harus diekspor dalam bentuk benih, bukan lobster siap konsumsi.

"Saya sangat setuju ketika di era Menteri KKP Susi Pudjiastuti mengeluarkan  aturan pelarangan ekspor benur," tegas dia.

Adapun larangan itu tertuang Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan. Lobster yang diperbolehkan ditangkap memiliki ukuran panjang karapas di atas 8 cm. Permen tersebut berlaku sejak 7 Januari 2015. 

Parahnya, ekspor benur hanya merugikan Indonesia karena nilai ekspor tidak terlalu besar. Larangan Ekspor benur untuk melindungi ekosistem benih lobster di perairan Indonesia, yang notabene sebagai bakal calon lobster dewasa. 

"Jika benurnya saja sudah tidak ada bagaimana mungkin akan ada lobster dewasa yang dapat dimanfaatkan oleh nelayan Indonesia. Penangkapan lobster dilakukan untuk komoditas dewasa," ungkapnya.

Bobroknya lagi, tarik ulur ekspor benur itu dikhawatirkan akan berdampak pada nasib pembudidaya lobster lokal.

"Saya khawatir kerjasama ekspor benur dengan pihak Vietnam justru malah merugikan pembudidaya lobster tradisional. Artinya, tidak menguntungkan pihak Indonesia," ujar dia.

Selain itu juga, ekspor benur akan memunculkan lahan baru untuk praktik Korupsi, kolusi dan nepotisme di KKP dalam hal menentukan Perusahaan yang ikut dalam bisnis ekspor benur. 

"Bisa saja Perusahaan besar yang akan diuntungkan dengan proyek ekspor benur ini, mendapatkan harga benur murah dari nelayan dan dijual lebih mahal. Intinya, tolak ekspor benur yang akan memusnahkan lobster dewasa dan merugikan keuangan negara," tuntasnya.

Diketahui, Menteri KKP Trenggono Ingin Indonesia punya peran strategis di supply chain Lobster dunia. Pembukaan keran ekspor benur menurut Menteri KKP untuk menekan ekspor ilegal benur setiap tahunnya yang bernilai fantastis 300 jutaan.

Baca Juga: KKP Tingkatkan Etos Kerja untuk Pembangunan Budidaya Berkelanjutan

Di era kepemimpinan Menteri KKP Edy Prabowo sudah dibuka kembali dengan Permen KP Nomor 12 tahun 2020 yang terbit Mei 2020. Namun Permen tersebut dibatalkan kembali dengan keluarnya  Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 tahun 2021. 

Kemudian keluar kembali  Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), dan Rajungan (Portunus Spp.) di wilayah Negara Republik Indonesia pada tanggal 12 Agustus 2022. 

Permen tersebut dikeluarkan  dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan benih bening lobster serta untuk memenuhi kebutuhan pembudidayaan lobster di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .