KONTAN.CO.ID - BRUSSELS. NATO tidak akan menyetujui usulan Donald Trump mengenai peningkatan signifikan dalam anggaran pertahanan, tetapi diperkirakan akan menyepakati target baru yang lebih tinggi dari 2% produk domestik bruto (PDB) saat ini, menurut pejabat dan analis. Presiden terpilih AS tersebut pada Selasa lalu mengusulkan agar anggota NATO meningkatkan belanja pertahanan hingga 5% PDB. Usulan ini jauh lebih tinggi dari target 2% saat ini, yang bahkan belum dipenuhi oleh negara anggota mana pun, termasuk Amerika Serikat. Komentar Trump dalam konferensi pers tersebut—yang juga menyinggung isu Greenland, Kanada, dan Panama—mengingatkan kembali pada fokusnya terhadap belanja pertahanan NATO selama masa jabatan pertamanya. Ia bahkan mengancam untuk tidak melindungi sekutu yang gagal memenuhi target.
Baca Juga: Diunduh 20 Ribu Kali, Aplikasi Master Bagasi Dukung Kebutuhan Belanja di 90 Negara Pejabat NATO sepakat bahwa belanja pertahanan perlu ditingkatkan. Namun, mereka menolak target 5% karena dianggap tidak realistis secara politik dan ekonomi, mengingat tambahan dana yang dibutuhkan mencapai ratusan miliar dolar. Meski demikian, target baru kemungkinan akan disepakati pada pertemuan puncak NATO di Den Haag, Juni mendatang. Hal ini didorong oleh kekhawatiran akan potensi serangan Rusia terhadap anggota NATO setelah Ukraina, serta tekanan dari Trump.
Target Baru di Tengah Perdebatan
Para pejabat memperkirakan target baru berkisar di angka 3% PDB, meski pencapaian target ini pun sulit bagi banyak negara. Saat ini, delapan anggota NATO belum mencapai target 2% yang ditetapkan satu dekade lalu. “Itu tampaknya akan ada perubahan,” kata Menteri Pertahanan Italia Guido Crosetto. “Namun, saya rasa bukan 5%, karena tidak mungkin bagi hampir semua negara. Tapi lebih dari 2%, yang bahkan sulit kami capai sekarang.”
Baca Juga: Target Pendapatan APBN 2025 Naik, Belanja Negara Didorong Lebih Berkualitas Italia, misalnya, hanya mengalokasikan sekitar 1,5% PDB untuk anggaran pertahanan, sedangkan Polandia, yang berbatasan dengan Ukraina, menjadi negara anggota dengan belanja pertahanan tertinggi, mencapai 4,12% pada 2023. Secara keseluruhan, NATO memperkirakan anggaran pertahanan gabungan anggotanya mencapai US$ 1,474 triliun pada 2024. Beberapa analis melihat usulan Trump sebesar 5% sebagai taktik negosiasi untuk memulai pembahasan dan memperkirakan ia mungkin puas dengan target mendekati 3%. Selama kampanye pemilihan presiden AS, Trump mengusulkan target 3%, yang berarti peningkatan sekitar 30% bagi sebagian besar negara NATO.
Kendala Finansial dan Politik
Kendati perang Rusia di Ukraina telah mendorong Eropa meningkatkan belanja pertahanan, target baru tetap menjadi tantangan besar. Dengan keuangan publik yang ketat dan anggaran pertahanan yang kurang populer secara politik, sulit bagi banyak negara untuk memenuhi tambahan belanja yang dibutuhkan. Fenella McGerty, pakar ekonomi pertahanan dari International Institute for Strategic Studies, menyatakan peningkatan belanja yang ada memang signifikan, tetapi akan memakan waktu bertahun-tahun sebelum target baru dapat tercapai.
Baca Juga: Sejumlah Calon Pejabat Pemerintahan Trump Jadi Target Ancaman Bom dan "Swatting" “Bahkan jika pertumbuhan belanja Eropa terus luar biasa, lebih dari 10% secara riil pada 2024, tetap akan butuh 10 tahun untuk mencapai 3% PDB,” katanya. Namun, banyak negara Eropa menyadari pentingnya meningkatkan kapasitas pertahanan demi mengurangi ketergantungan pada Amerika Serikat. Beberapa, seperti Prancis dan negara-negara Baltik, mendorong pinjaman bersama Uni Eropa untuk mendanai belanja pertahanan.
Kemandirian Pertahanan Eropa
Untuk lebih mandiri, sekutu Eropa perlu mengembangkan kemampuan yang selama ini disediakan oleh AS, seperti pengisian bahan bakar udara, transportasi militer berat, dan peperangan elektronik. Hal ini membutuhkan anggaran besar, kata Camille Grand, mantan pejabat tinggi NATO untuk investasi pertahanan. Marie-Agnes Strack-Zimmermann, Ketua Subkomite Pertahanan Parlemen Eropa, menekankan bahwa peningkatan belanja diperlukan, tetapi negara-negara Eropa tidak boleh terburu-buru menetapkan angka yang sembarangan.
Baca Juga: Calon Direktur FBI Pilihan Donald Trump Jadi Target Serangan Siber Peretas Asal Iran “Kita perlu mengalokasikan lebih banyak dana, tetapi tidak boleh membiarkan Trump membuat kita kehilangan akal,” katanya.
Editor: Noverius Laoli