Hingga kini, berbagai kewajiban yang ada dalam legislasi nasional Indonesia, seperti kewajiban divestasi saham, pembangunan pemurnian mineral alias smelter, dan penyesuaian kontrak karya dengan UU Mineral dan Batubara (Minerba) tidak ditaati PT Freeport Indonesia. Bahkan pemerintah seakan dipaksa berakrobat menciptakan deregulasi dan mereformulasi berbagai peraturan tingkat Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengamankan kepentingan Freeport di Indonesia. Apakah ini pertanda kekalahan dan ketidakberdayaan negara Indonesia atas aksi Freeport? Terbitnya UU Minerba tahun 2009 menjadi momentum reformasi kebijakan minerba di Indonesia. Berbagai ketentuan dalam UU Minerba menempatkan kepentingan nasional Indonesia lebih besar untuk mendapatkan kemakmuran rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945. Beberapa ketentuan merah putih dibuat: divestasi saham, kewajiban pemurnian mineral di dalam negeri, penyesuaian kontrak karya/perjanjian karya dengan berbagai ketentuan dalam UU Minerba, perpanjangan operasi tambang dengan rezim perizinan bukan lagi kontrak/perjanjian karya. Tapi ketentuan itu tidak bisa diterapkan. Artinya ada mal-implementasi UU Minerba yang pemerintah lakukan atauimplementation problem UU Minerba. Pertama, pengaturan divestasi saham yang hingga detik ini tidak dipenuhi Freeport sesuai Kontrak Karya (KK) dan UU Minerba. Peraturan di sektor minerba, mewajibkan Freeport mendivestasikan saham sebanyak 51% kepada peserta Indonesia (pemeritah, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, atau swasta nasional). Seharusnya pada tahun 2011, sesuai kontrak karya KK, Freeport sudah mendivestasikan saham ke peserta Indonesia, terutama pemerintah.
Negara bertekuk lutut di hadapan Freeport
Hingga kini, berbagai kewajiban yang ada dalam legislasi nasional Indonesia, seperti kewajiban divestasi saham, pembangunan pemurnian mineral alias smelter, dan penyesuaian kontrak karya dengan UU Mineral dan Batubara (Minerba) tidak ditaati PT Freeport Indonesia. Bahkan pemerintah seakan dipaksa berakrobat menciptakan deregulasi dan mereformulasi berbagai peraturan tingkat Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengamankan kepentingan Freeport di Indonesia. Apakah ini pertanda kekalahan dan ketidakberdayaan negara Indonesia atas aksi Freeport? Terbitnya UU Minerba tahun 2009 menjadi momentum reformasi kebijakan minerba di Indonesia. Berbagai ketentuan dalam UU Minerba menempatkan kepentingan nasional Indonesia lebih besar untuk mendapatkan kemakmuran rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945. Beberapa ketentuan merah putih dibuat: divestasi saham, kewajiban pemurnian mineral di dalam negeri, penyesuaian kontrak karya/perjanjian karya dengan berbagai ketentuan dalam UU Minerba, perpanjangan operasi tambang dengan rezim perizinan bukan lagi kontrak/perjanjian karya. Tapi ketentuan itu tidak bisa diterapkan. Artinya ada mal-implementasi UU Minerba yang pemerintah lakukan atauimplementation problem UU Minerba. Pertama, pengaturan divestasi saham yang hingga detik ini tidak dipenuhi Freeport sesuai Kontrak Karya (KK) dan UU Minerba. Peraturan di sektor minerba, mewajibkan Freeport mendivestasikan saham sebanyak 51% kepada peserta Indonesia (pemeritah, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, atau swasta nasional). Seharusnya pada tahun 2011, sesuai kontrak karya KK, Freeport sudah mendivestasikan saham ke peserta Indonesia, terutama pemerintah.