Negara di Asean Ramai-ramai Menyoroti Gaya Berbisnis Tiktok



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah negara di Asia Tenggara mulai menyoroti gaya berbisnis Tiktok. Beberapa bahkan tengah mempertimbangkan memblokir platform tersebut hingga mencabut izin Tiktok Shop.

Diantaranya adalah Filipina, Vietnam dan Malaysia. Melansir Manila Standard, Jumat (3/11), pemerintah Filipina dikabarkan membentuk gugus tugas untuk menelisik lebih jauh adanya duguaan penyalahgunaan data hingga mata-mata lewat Tiktok. 

Jika gugus tugas menemukan indikasi tersebut, maka pemerintan Filipina bakal memblokir total platform media sosial asal China tersebut. 


Sementara The Straits Times melaporkan bahwa pemerintah Vietnam menduga ada informasi ilegal dalam server Tiktok. Bahkan, pemerintah negara ini  meniali bahwa konten-konten Tiktok berbahaya bagi anak-anak.

Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengaku turut memantau kebijakan di negara -negara Asia Tenggara yang mulai mengawasi model bisnis Tiktok sebagai platform media sosial. 

"Jadi wajar saja kalau negara-negara di ASEAN juga saat ini sedang mengevaluasi bisnis model Tiktok untuk kepentingan ekonomi dan politik dalam negeri mereka," kata dia dalam keterangannya, Jumat (3/11).

Baca Juga: TikTok Shop Ingin Balik Lagi ke Indonesia, Ini Dua Opsi yang Diajukan Pemerintah

Sorotan terhadap Tiktok juga meningkat di tengah konflik Palestina-Israel. Platform mendapat kecaman di Malaysia karena dituding telah memblokir konten-konten pro-Palestina. 

Jauh sebelum negara di Asean ramai-ramai menyoroti gaya berbisnis Tiktok tersebut, Teten menyampaikan bahwa Presiden Jokowi sudah lama memberikan arahan ke kabinet mengenai keamanan data pribadi dalam platform media sosial. 

"Presiden sudah memerintahkan lewat ratas kepada Menkominfo untuk pengaturan platform untuk  kepentingan melindungi data pribadi, industri, umkm dan konsumen," ucapnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebut potensi ekonomi digital Indonesia sangat besar. Pada tahun 2020, nilai ekonomi digital di Indonesia sudah tembus US$ 44 miliar, lalu meningkat jadi US$ 77 miliar pada 2022. Angkanya diperkirakan akan naik jadi US$ 146 miliar pada 2025 dan US$ 360 miliar pada 2030 atau sekitar Rp 5.000 triliun.

Angka tersbeut masih bisa berlipat ganda karena Indonesia sedang menyelesaikan perjanjian Digital Economy Framework Agreement di ASEAN. Dalam perjanjian itu akan diatur mengenai perdagangan digital, pembayaran digital di negara kawasan ASEAN, termasuk sistem keamanan dan proteksi data, juga mobilitas talenta digital.

Baca Juga: Sinyal TikTok Shop Bakal Kembali Beroperasi di Indonesia Kian Menguat

Pemerintah berharap potensi ekonomi digital bisa jadi dua kali lipat dari proyeksi awal jika negosiasi Digital Economy Framework Agreement ASEAN selesai. Jika proyeksi potensi ekonomi digital pada 2023 sebelumnya diproyeksi US$ 360 miliar maka akan meningkat jadi US$ 720 miliar atau sekitar Rp 11.250 triliun.

Dengan potensi besar tersebut, Jokowi menghimbau agar aturan perdagangan dan pembayaran digital, keamanan data, serta mobilitas talenta digital diperkuat. Tujuannya, agar Indonesia bukan hanya sebagai pasar saja dalam ekonomi digital.

"Ada potensi tapi kita tidak bileh hanya jadi pasarnya saja. Oleh sebab itu, kita harus jadi pemain, menyiapkan pemain-pemain ini yang memerlukan kerja keras karena waktunya kita dibatasi oleh limit waktu," ujarnya.

Editor: Dina Hutauruk