KONTAN.CO.ID - BAKU. Negara-negara maju harus membayar US$ 300 miliar per tahun pada tahun 2035 untuk membantu negara-negara miskin mengatasi perubahan iklim. Ini adalah rancangan kesepakatan baru dari perundingan iklim PBB yang diterbitkan pada hari Sabtu, setelah target sebelumnya sebesar US$ 250 miliar ditolak.
Reuters sebelumnya melaporkan bahwa Uni Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara kaya lainnya akan mendukung target pendanaan global tahunan sebesar US$ 300 miliar dalam upaya untuk mengakhiri kebuntuan pada pertemuan puncak dua pekan tersebut. Konferensi iklim COP29 yang berlangsung di ibu kota Azerbaijan, Baku, seharusnya selesai pada hari Jumat (22/11). Tetapi konferensi diperpanjang karena negosiator dari hampir 200 negara berjuang untuk mencapai konsensus tentang rencana pendanaan iklim untuk dekade berikutnya.
Pada satu titik, delegasi dari negara-negara miskin dan negara-negara kepulauan kecil keluar dari perundingan karena frustrasi atas apa yang mereka sebut kurangnya inklusi.
Walk out ini juga terjadi karena kekhawatiran bahwa negara-negara penghasil bahan bakar fosil berusaha melemahkan aspek-aspek kesepakatan tersebut.
Baca Juga: Prabowo dan Presiden MBZ Sepakat Perkuat Hubungan Ekonomi dan Kerja Sama Strategis KTT tersebut langsung membahas inti perdebatan mengenai tanggung jawab keuangan negara-negara industri, yang secara historis menggunakan bahan bakar fosil dan telah menyebabkan sebagian besar emisi gas rumah kaca. Salah satu bentuk tanggung jawab adalah memberikan kompensasi kepada negara lain atas kerusakan yang disebabkan oleh perubahan iklim. KTT tersebut juga mengungkap perpecahan antara pemerintah negara kaya yang dibatasi oleh anggaran domestik yang ketat dan negara-negara berkembang yang terhuyung-huyung akibat biaya badai, banjir, dan kekeringan yang semakin parah. Wakil Perdana Menteri Fiji Biman Prasad mengatakan kepada
Reuters bahwa dia optimistis akan tercapainya kesepakatan di Baku. "Jika menyangkut uang, hal itu selalu kontroversial, tetapi kami mengharapkan kesepakatan malam ini," kata dia.
Baca Juga: Melihat Kesenjangan Komitmen Iklim dengan Investasi EBT di Indonesia Sasaran baru ini dimaksudkan untuk menggantikan komitmen negara-negara maju sebelumnya untuk menyediakan US$ 100 miliar per tahun dalam pendanaan iklim bagi negara-negara miskin pada tahun 2020. Sasaran tersebut terpenuhi dua tahun kemudian, pada tahun 2022, dan berakhir pada tahun 2025. Proposal US$ 250 miliar sebelumnya yang disusun oleh Azerbaijan sebagai presiden COP29 ditolak karena dianggap terlalu rendah. Kesepakatan yang lemah akan menghambat kemampuan mereka untuk menetapkan target pemotongan emisi gas rumah kaca yang lebih ambisius. Negara-negara juga sepakat pada Sabtu malam mengenai aturan pasar global untuk membeli dan menjual kredit karbon yang menurut para pendukungnya dapat memobilisasi miliaran dolar ke dalam proyek-proyek baru untuk membantu memerangi pemanasan global.
Baca Juga: KTT Iklim COP29 Mengusulkan Negara-Negara Kaya Membayar US$250 Miliar per Tahun Siapa saja yang dianggap sebagai negara maju?
Para negosiator telah berupaya untuk menjawab pertanyaan lain tentang target pendanaan, termasuk siapa yang diminta untuk berkontribusi dan berapa banyak dana yang diberikan sebagai hibah, bukan pinjaman. Daftar negara yang diminta untuk berkontribusi berasal dari daftar yang diputuskan selama perundingan iklim PBB pada tahun 1992. Menurut kesepakatan tahun 1992, ada 24 negara, termasuk Uni Eropa yang masuk dalam kategori Annex II yang diharuskan memberikan dukungan finansial dan teknis kepada negara-negara berkembang untuk membantu mereka mengurangi emisi gas rumah kaca (mitigasi perubahan iklim) dan mengelola dampak perubahan iklim (adaptasi perubahan iklim). Negara-negara yang masuk di Annex II seperti:
- Amerika Serikat (AS)
- Australia
- Kanada
- Islandia
- Jepang
- Selandia Baru
- Norwegia
- Inggris
- Austria
- Belgia
- Denmark
- Finlandia
- Prancis
- Jerman
- Yunani
- Irlandia
- Italia
- Luksemburg
- Belanda
- Portugal
- Spanyol
- Swedia
- Swiss
- Uni Eropa
Pemerintah Eropa telah menuntut negara lain untuk ikut membayar, termasuk China, ekonomi terbesar kedua di dunia, dan negara-negara Teluk yang kaya minyak. Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS bulan ini juga telah menaungi perundingan Baku.
Trump, yang akan menjabat pada bulan Januari, telah berjanji untuk kembali mengeluarkan AS dari kerja sama iklim internasional. Sehingga negosiator dari negara-negara kaya lainnya memperkirakan bahwa di bawah pemerintahan negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu tidak akan membayar tujuan pendanaan iklim. Tujuan yang lebih luas yakni mengumpulkan US$ 1,3 triliun dalam pendanaan iklim setiap tahun pada tahun 2035. Ini akan mencakup pendanaan dari semua sumber publik dan swasta dan yang menurut para ekonom sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Target ini juga masuk dalam kesepakatan konferensi COP29.
Editor: Wahyu T.Rahmawati