Negara produsen karet batasi ekspor di Desember



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk menahan potensi penurunan harga karet dunia, negara-negara produsen karet yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) sepakat untuk kembali melakukan skema pengurangan ekspor karet atauĀ Agreed Export Tonnage SchemeĀ (AETS) mulai Desember 2017.

Kesepakatan itu diungkapkan oleh Direktur Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Kementerian perdagangan Deny Wachyudi Kurnia. Menurutnya anggota ITRC akan membatasi ekspor secara bertahap mulai Desember 2017 sampai beberapa bulan ke depan di tahun 2018.

"Tujuan pengurangan volume ekspor adalah untuk mengurangi volume karet yang beredar di pasar internasional, sehingga dapat menaikkan harga karet," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (5/12).


Sayangnya Deny masih enggan membeberkan berapa besar volume pengurangan ekspor karet yang akan dilakukan oleh anggota ITRC untuk masing-masing negara. Sebagai perbandingan, pada 1 Maret 2016 anggota ITRC telah menerapkan skema AETS. Dalam program itu tiga anggota ITRC yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia mengurangi pasokan 615.000 ton di pasar global.

Deny mengatakan, pembatasan volume ekspor karet dan masa berlakunya masih akan dirundingkan lagi. Akan ada pertemuan lanjutan minggu depan, pembatasan volume dan jangka waktu belum dapat diumumkan, terangnya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo mengaku mendukung langkah ITRC menjalankan skema pengurangan ekspor karet. Pasalnya harga karet saat ini masih rendah.

Seperti diketahui saat ini harga rata-rata karet US$ 1,5 per kilogram (kg) atau lebih tinggi dari tahun lalu yang sempat US$ 1,1 per kg. Padahal harga karet dinilai masih bisa mencapai US$ 2 per kg. Moenardji mengatakan tekanan harga karet terpengaruh instrumen di luar produksi karet. Ada faktor teknis yang bukan masalah karet secara fundamental menekan harga karet hingga keluar dari rel, terang Moenardji.

Ketua Umum Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo) Lukman Zakaria bilang, petani tidak akan merasakan dampak pengurangan ekspor karet. "Yang menikmati kenaikan harga itu industri karet, sementara petani tetap merana dengan harga murah kisaran Rp 6.000 per kg," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini