Negara produsen minyak sawit lawan kebijakan Parlemen Eropa



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menyikapi kebijakan Parlemen Eropa yang mengusulkan agar Uni Eropa menghentikan penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku biofuel pada 2021, Indonesia pun mengambil tindakan lanjutan bersama negara-negara penghasil minyak sawit.

Melalui KBRI Brussel, Indonesia telah mengkoordinasikan sikap dan langkah bersama yang perlu dilakukan semua negara-negara produsen sawit baik dari Asia Tenggara, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, dan Afrika dalam menyikapi usulan tersebut.

Langkah awal yang diambil adalah mengirimkan surat kepada pihak Uni Eropa (UE) sehingga ketiga institusi UE dapat menerima posisi negara-negara produsen sawit termasuk Indonesia.


"Dengan menggandeng perwakilan seluruh negara produsen sawit di Belgia, Indonesia memastikan agar concerns dan posisi Indonesia dan posisi bersama didengar dan didukung oleh UE, sehingga ke depan usulan tersebut ditolak sebagai sebuah directive dan tidak merugikan kepentingan nasional kita," jelas Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Brussel Dupito D. Simamora dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Sabtu (17/2).

Indonesia pun telah menyampaikan sikap tegas melalui beberapa pendekatan yang dilakukan. Upaya tersebut dilakukan melalui surat Menlu RI kepada HRVP Federica Mogherini dan para Menlu negara-negara UE serta pendekatan yang dilakukan di Jakarta maupun di Brussel kepada semua pemangku kepentingan di tiga institusi Uni Eropa.

Meski telah diadopsi pada 17 Januari 2018 lalu, usulan yang diberikan ini bukan merupakan keputusan final UE. Agar menjadi sebuah dokumen mengikat, akan diadakan proses trialogue yang direncanakan baru akan dimulai pada minggu keempat Februari 2018.

KBRI Brussel pun terus mendorong sikap negara produsen sawit sebelum dan setelah proses trialogue. Upaya ini bertujuan agar usulan parlemen tidak dilaksanakan lantaran tidak sejalan dengan perdagangan yang bebas dan adil. Usulan ini pun dianggap tidak adil karena larangan penggunaan minyak sawit dalam biofuel lebih cepat dibandingkan rapeseed dan soybean yang akan dilarang pada 2030.

Dalam surat tersebut, disertakan pula permintaan agar negara produsen sawit disertakan dalam proses pengambilan keputusan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati